TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

Tanpa Rasulullah Saw, Sejarah Tak Bermakna



Sejarah mencatat bahwa sebelum Nabi Saw dilahirkan, manusia berada dalam lembah kesesatan dan penyimpangan yang parah. Bangsa Arab pada khususnya sedang menikmati masa Jahiliahnya. Dan berkaitan dengan ke
adaan masyarakat sebelum diutusanya Nabi Saw, Sayidina Ali bin Abi Thalib secara Indah menuturkan:

"Allah mengutusnya saat terjadinya masa vakum dari para rasul, umat-umat terlelap dalam tidur panjang, dan fitnah semakin berkobar serta tersebarnya berbagai persoalan dan berkecamuknya berbagai peperangan. Dunia kala itu tampak tak bercahaya, kesombongan merajalela, dedaunan mulai layu, buahnya mulai tumbang, dan airnya mulai mengering. Menara-menara petunjuk telah lenyap dan agen-agen kejahatan bermunculan. Mereka bermuka masam di hadapan pendukung dan pencari kebenaran. Mereka mengobarkan fitnah. Makanan mereka bangkai, slogan mereka kecemasan dan selimut mereka adalah pedang.” [1]

Dalam keadaan pelik yang dilalui oleh manusia itu, terbitlah cahaya Ilahi yang menerangi manusia dan negeri, dan mengabarkan berita gembira tentang kehidupan yang mulia dan kebahagiaan yang abadi. Itu terjadi ketika bumi Hijaz diberkati oleh kelahiran seorang Nabi yang mulia, Muhammad bin Abdillah as pada Tahun Gajah (570 M) dan pada bulan Rabi`ul Awwal, sebagaimana disepakati oleh mayoritas ahli hadis dan sejarawan.
Berkenaan dengan hari kelahirannya, mayoritas Ahlu Sunnah berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada hari Senin, tanggal dua belas Rabi`ul Awwal.”[2] Sedangkan menurut saudara-saudara kita dari Imamiyah berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada hari Jum`at, tanggal tujuh belas Rabi`ul Awwal sesudah terbitnya Fajar.” Inilah pendapat yang masyhur di kalangan Imamiyah.
Sumber-sumber sejarah mencatat beberapa peristiwa yang unik di hari kelahiran beliau. Misalnya, padamnya api kaum Persia, gempa yang dialami manusia hingga hancurnya berbagai gereja dan peribadatan kaum Yahudi, serta robohnya berbagai hal yang disembah selain Allah Azza wa Jalla dari tempatnya, dan tumbangnya berbagai berhala yang diletakkan di Ka`bah. Peristiwa tersebut membuat para tukang sihir dan para dukun terbelalak dan tak berdaya untuk menafsirkannya. Serta terbitlah bintang-bintang yang tak terlihat sebelumnya. Demikianlah Muhammad Saw. lahir dan berkata: "Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan suatu pujian yang banyak dan Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang."[3]

Nabi terkenal memiliki dua nama: "Muhammad" dan "Ahmad". Al-Qur’an menyebutkan kedua nama tersebut. Para sejarawan meriwayatkan bahwa kakeknya Abdul Muthalib menamakannya "Muhammad". Dan ketika beliau ditanya tentang sebab penamaan tersebut, beliau menjawab: "Aku ingin ia (Muhammad) dipuji di langit dan di bumi."[4] Sebagaimana ibunya—sebelum kakeknya—menamakannya "Ahmad".
Melalui lisan Nabi Isa a.s., Injil pun telah memberitakan kabar gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw. sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Al-Qur’an dan dibenarkan oleh Ahlu Kitab. Dalam hal ini, Allah Swt. berfirman: "Dan memberi kabar gemberi dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad)."[5] Dalam tradisi bangsa Arab dan selainnya, tidak ada masalah bila seseorang memiliki dua nama dan dua julukan.

Dinamika kehidupan umat manusia umumnya dan umat Islam khususnya dimulai sejak bayi suci yang bernama Muhammad bin Abdillah lahir dan menyinari ufuk kota Mekkah. Sinar Muhammad tidak hanya berhenti di kota Mekkah namun menembus cakrawala dunia. Sejak ia dilahirkan pena-pena sejarah mulai bergerak. Setiap gerak-geriknya menjadi bahan tulisan penting kalangan sejarawan.
Para penduduk kota Mekkah tidak memahami makna kehadiran Nabi yang agung ini. Mereka memandang lahirnya Muhammad Saw tak ubahnya seperti kelahiran bayi biasa lainnya. Mereka tidak mampu menangkap peristiwa-peristiwa menakjubkan di atas yang mengiring kelahirannya. Namun tidak demikian halnya dengan kaum Yahudi. Jauh-jauh hari mereka telah mengetahui akan kedatangan seorang Nabi akhir zaman. Bahkan mereka telah memasang tenda di sekitar bukit `Air dan Uhud untuk menyambut kedatangan Nabi Saw. Tapi sayangnya, ketika mereka telah mengetahui kehadiran Rasul Saw, mereka jutsru menentang dan tidak beriman kepadannya. Sehingga akhirnya mereka mendapatkan laknat Allah.[6]

Sebelum peristiwa bi`tsah (masa diutusnya Nabi Saw), Muhammad Saw belum begitu diperhitungan oleh sejarah. Namun sejak peristiwa bi`tsah, poros sejarah semakin kencang bergulir. Di sinilah langkah-langkah Muhammad Saw begitu bermakna. Di sinilah Muhammad Saw mulai mengibarkan bendera tauhidnya. Bendera yang mencabut akar-akar syirik yang meracuni akal umat manusia sepanjang masa. Bendera yang tidak mengenal perbedaan ras, suku dan bahasa. Bendera yang mempertemukan semua umat dalam satu slogan dan samudera, yaitu: Lailahaillallah Muhammad Rasulullah.

Lalu apa yang terjadi setelah Muhammad Saw mengibarkan bendera fitrah itu? Di sinilah detak jantung sejarah semakin kencang berdegup. Mengapa? Karena Muhammad Saw harus melawan gelombang resistensi para alumni universitas berhalaisme yang diawali dengan tampilnya Sang Biang Syirik, Abu Lahab yang meluncurkan kalimat ketusnya kepada Nabi Saw: “Tabbat laka ya Muhammad ali hadza jama`tana” (Celaka engkau hai Muhammad apakah hanya karena ini engkau mengumpulkan kami). Lalu Tuhan Pengutus Muhammad Saw tidak membiarkan kekasihnya dipermalukan seperti itu. Melalui wahyu suci-Nya, Allah membalas ejekan Abu Lahab itu: “Sungguh celaka tangan Abu Lahab.” (QS. Al Lahab: 1)
Sejak peristiwa itu denyut nadi kota Mekkah bertiup semakin kencang. Para ibu dan gadis-gadis remaja yang biasanya rajin mengosip yang tidak-tidak, kini semua memasukkan Muhammad dalam pembicaraan mereka. Tapi Muhammad Saw bukan gosip murahan yang tak bermakna. Cerita tentang Muhammad Saw adalah sebuah fakta yang tak terbantah.
Selanjutnya, cerita tentang anak yatim itu terus bergulir dari satu telinga ke telinga lainnya. Dan nama Muhammad Saw menjadi buah bibir penduduk kota Mekkah. Mereka yang belum pernah bertemu Muhammad dan mendengar suaranya semakin penasaran untuk segera bertemu dengannya. Seperti apa sih Muhammad itu? Tampan atau tidak? Menarik atau tidak? Apa yang dibicarakannnya? Apa yang diserunya? Sehebat apa dia sehingga berani melawan arus deras syirik yang sudah mencemari udara kota Mekkah? Seistimewa apa pribadi Muhammad itu? Apakah Muhammad pernah berdusta dan berbuat aniaya? Apakah Muhammad pernah minum arak seperti yang mereka minum? Apakah Muhammad punya “berhala tandingan” yang lebih besar dan lebih hebat daripada yang mereka miliki? Misi apa yang dibawanya dan siapa yang menjadi sponsor dan dalangnya serta cita-cita apa yang ingin diraihnya? Apakah ia menginginkan harta, tahta atau wanita? Apakah Muhammad datang hanya sekadar mencari sensasi murahan? Dan di balik pertanyaan-pertanyaan kritis dan nakal itu hanya satu harapan: bertemu Muhammad!!!

Akhirnya, pertemuan mereka dengan Muhammad Saw menjungkirbalikkan semua prediksi buruk mereka. Semua dugaan mereka tentang Muhammad Saw meleset. Kefasihan lidah Muhammad saat merangkai kata demi kata bak menyihir mereka. Daya tarik fisik Muhammad pun membuat mereka terpana. Argumentasi tahan banting putra Bani Hasyim ini bak petir di siang bolong. Putra Asuhan Wahyu ini dengan percaya diri membongkar kelemahan sistem Jahiliyah. Alumni Gua Hira ini dengan lantang dan berani meneriakkan gema tauhid dan mulai mengubur pilar-pilar syirik.
Saat Muhammad Saw membacakan ayat-ayat Al Qur’an, para penyair dan para seniman Arab yang sedang menikmati masa keemasan syair dan mereka menganggap tak ada syair/pembicaraan apapun yang dapat mengungguli karya seni mereka, tiba-tiba mereka harus gigit jari dan mengerutkan dahi saat menyadari bahwa peradaban wahyu yang dibawa putra Aminah ini jauh mengawang di atas syair mereka. Kata dan kalimat, lafal dan makna Al Qur’an yang begitu menawan seolah-olah baru mereka dengar dan sepertinya tidak mereka temukan dalam kamus besar bahasa Arab. Syair-syair terbaik dari pelbagai kabilah yang memenangkan festival tahunan dan sebagai kebanggaan biasa dipajang dan diikat di sekeliling Ka`bah, kini harus segera mereka turunkan.

Dengan datangnya mukjizat Al Qur’an, sekarang tidak ada lagi tujuh syair terbaik yang digantungkan di dinding Ka`bah (muallaqat sab`ah). Para penyair kesohor Jahiliah kini kehilangan pekerjaan rutin mereka. Mereka terpaksa harus mencari mata pencaharian baru agar dapat membuat dapur mereka mengepul. Para kabilah yang sebelumnya mendapatkan kebanggaan atas terpilihnya penyair terbaik dari kabilah mereka, kini mau tidak mau harus melupakan masa lalu yang manis itu. Para penyair yang biasa nongkrong sambil meneguk arak dosis tinggi di pasar Ukadh, kini harus menghentikan kebiasaan mereka untuk berkhayal dan berimajinasi dan mereka menjadi pensiunan prematur.
Mekkah bergolak. Bursa saham bergejolak. Para penyembah berhala dan bangsawan-bangsawan Quraisy sangat terganggu dengan “produk baru” yang diperdagangkan Muhammad. Pasar-pasar syirik mulai memperhitungkan “barang baru” yang dibawa Muhammad dan sudah mulai memenuhi pasar umum. Muhammad menjadi “momok mengerikan” bagi para pelaku pasar.
Lalu sistem apa yang mereka rancang untuk membendung laju berbahaya Muhammad? Strategi apa yang mereka ciptakan untuk membuat Muhammad gulung tikar? Opini apa yang harus mereka bangun untuk membungkam “ambisi” putra Abdillah ini?
Tidak ada satu cara rasional pun untuk menghentikan sepak terjang Muhammad. Semua yang disampaikan Muhammad adalah kebenaran mutlak.
Muhammad Saw terlalu kuat untuk mereka lawan. Muhammad terlalu “sakti” untuk mereka guna-guna. Para penyihir dari berbagai kabilah sudah kehabisan stamina dan akal untuk bisa memperdaya Muhammad. Para cendekiawan Quraisy dan para dosen universitas “Lata dan Uzza” sudah kehabisan kata untuk memperdaya Muhammad. Sudah usang dan tidak tepat julukan “dukun”, “penyair”, dan “orang gila” bagi Muhammad. Dan harapan mereka hanya tingggal satu dan ini berada di pundak Walid bin Mughirah, orang yang mereka juluki sebagai Raihanatul Arab (kembang kebanggaan orang-orang Arab).
Kemudian apa yang terjadi? Dan apa yang dilakukan oleh Raihanatul Arab ini? Setelah memutar otaknya ke sana kemari, ia dengan lantang mengatakan: Muhammad penyihir! Ia mampu menyihir orang yang tidak percaya menjadi percaya. Melalui sihirnya, ia mampu menceraiberaikan antar anggota keluarga. Sehingga tidak mengherankan bila seorang anak menjadi Muslim dan ayahnya kafir atau sebaliknya. Atau suami masuk Islam dan istrinya kafir atau sebaliknya. Inilah pekerjaan tukang sihir!

Dalam beberapa waktu julukan "penyihir" bagi Muhammad terasa lebih pas dan lebih "keren" daripada julukan lainnya seperti dukun dan orang gila. Namun tak lama kemudian julukan itu pun sirna ditelan dan digilas oleh roda kebenaran yang dikemudikan Muhammad. Selidik demi selidik membuktikan bahwa Muhammad tak punya ruangan rahasia atau bawah tanah untuk mengguna-gunai orang-orang yang tidak mau mengikutinya. Bahkan rumah Muhammad pun tidak pernah tercium bau kemenyan atau dupa yang biasa dipakai para dukun saat memulai prakteknya. Lebih jauh lagi, Muhammad tidak pernah tertarik dengan dunia hitam ini, apalagi punya bakat besar dalam hal ini.
Sahabat-sahabat Muhammad Saw adalah mereka yang mengikutinya dengan kebebasan dan tidak ada tekanan. Muhammad tidak pernah menjanjikan atau mengiming-imingi "bonus" atau "kupon berhadiah" bagi siapapun yang mengikutinya. Hanya karena keimanan dan tunduk kepada tuntunan akal mereka membela Muhammad Saw. Sahabat-sahabat Muhammad Saw menyadari bahwa ancaman, siksaan, dan berbagai kesulitan lainnya yang mereka hadapi adalah "harga yang paling murah" yang harus mereka bayar demi sebuah kebebasan kemanusiaan.

Dan pada akhirnya, pasca penaklukan kota Mekkah nama Muhammad Saw semakin membumbung ke angkasa. Amnesti massal yang diberikannya kepada muyrikin Mekkah mengundang decak kagum musuh-musuhnya. Ia adalah Muhammad yang penyayang dan bukan pendendam.
Tidak hanya makhluk di bumi yang sibuk membicaraknnya bahkan makhluk di langit pun turut "ngerasani" suami Khadijah al Kubra ini. Dan sesuai dengan namanya Muhammad yang berarti terpuji, beliau terpuji di bumi dan Ahmad yang berarti terpuji di langit.
Sejarah tidak dapat menghentikan langkah Muhammad. Kolom-kolom sejarah pun penuh dengan cerita putra terbaik Bani Hasyim yang bersahaja ini. Para sejarawan mau tidak mau harus memasukkan Muhammad sebagai sumber berita utama dalam tulisan-tulisan dan goresan-goresan pena mereka. Muhammad adalah "biang berita" dan hakikat sejarah yang bergerak serta cahaya yang menyinari setiap sudut dunia. Dan semua sepakat bahwa tanpa Muhammad Saw maka sejarah hampa alias tak bermakna.

Salam kepadamu wahai Habibullah di hari engkau dilahirkan, di saat engkau diutus sebagai Rasul bagi semesta alam, di hari engkau kembali ke pangkuan Alllah Swt dan di hari engkau akan dibangkitkan kembali.

Oleh: Muhammad Alcaff


[1] Nahjul Balaghah: Khotbah 89.
[2] Silakan Anda merujuk Imta`ul Asma': 3 dimana Anda akan temukan pelbagai pendapat seputar hari kelahiran Nabi Saw.
[3] Tarikh Al-Ya`qubi: 2/8, As-Siroh Al-Halabiyyah: 1/92.
[4] As-Siroh Al-Halabiyyah: 1/128.
[5] QS. Ash-Shaff: 6, silakan Anda merujuk As-Siroh Al-Halabiyyah: 1/79.
[6] Tafsir al Amtsal, jilid 1, hal. 294.

Sumber

Para Sahabat Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم


DIJUAL TANAH STRATEGIS TEPI JALAN RAYA DI BARAT KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA

Dijual tanah pekarangan sangat strategis tepi jalan raya Kasongan, bentuk tanah Kotak persegi dengan kondisi tanah sangat datar dan tanah ini sangat cocok untuk pembangunan unit usaha atau pembangunan Kavling. Lingkungan sekita tanah ini adalah pusat kuliner di area kasongan bagian barat.

Spesifikasi tanah

LT: 4,106 m2

LD: 61 m

Legalitas: SHMP

Bentuk Tanah: Kotak Persegi datar


 

Alamat: JL Karangjati / Jl kasongan Gedongan Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta (Barat Kasongan)

 

Harga: 2,7 jt/m2 (nego)

Gambaran lokasi: Lokasi tanah terletak di tepi jalan raya dengan akses segala jenis kendaraan sangat dengan mudah sampai depan lokasi tanah, lingkungan sekitar sudah banyak terbangun perumahan, villa, homestay dan pusat kuliner baik makanan maupun Perkopian. Tanah ini berbentuk kotak persegi dan kondisi tanah datar dari depan sampai belakang. Tanah ini sangat cocok untuk pembangunan Gudang, ataupun pembangunan perumahan. Akses ke pusat kota Bantul dan Yogyakarta sangat mudah, akses kepusat pendidikan juga sangat dekat, akses ke pusat perekonomian pasar gerabah Kasongan sangat dekat dan kepusat wisata area bantul bagian barat juga sangat dekat.

Tanah ini sangat memungkinkan untuk pembangunan Gudang / pabrik dan Perumahan.














Kami juga menerima jasa Perencanaan dan Bangun Rumah, Kos – kosan dll.

Informasi lebih lanjut WA / Call

081217845004

 

Follow sosmed kami:

FB: Omahproperti

Page: Omahpropertijogjakarta

IG: Omahproperti

Tiktok: Omahproperti

Youtube: Catatankakiadieb

Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS

                                        
Syekh Abdul Qodir al Jaelani (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al Jaelani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani atau juga al Jiliydan. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الحنابلة Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.


Masa Muda

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Murid-Murid

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.

Perkataan Ulama tentang Beliau

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin Nubala XX/442).

Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, ”Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.

Tentang Karamahnya

Syeikh Abdul Qadir al Jaelani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).

"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."

Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).
Karya

Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah."

Karya beliau, antara lain :

1. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
2. Futuhul Ghaib.

Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

Beberapa Ajaran Beliau

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.

Awal Kemasyhuran

Al-Jaba’i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].

Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Ia berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."

Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.

Aku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

Beberapa Kejadian Penting

Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. "Apa ini dan ada apa?" tanyaku. "Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW" jawab beliau.

Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulullah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”

Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas al Khidir as lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Hubungan Guru dan Murid

Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jilli berkata, ”Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.

1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
2. Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
6. Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.

Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.

Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.

Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulullah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulullah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulullah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.

Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.

Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).

Lain-Lain

Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah. "Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )"

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.

sumber:

http://goermunsorif.blogspot.com/2009/08/sultonil-auliyai-syaikh-muhyiddin-abdul.html
                                  

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate