TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

Al-Hallaj; Kitab Kematian

  • Sebuah misbah menyala dari cahaya Sang Zat Yang Tak Terlihat. Ia menjulang, jauh melampaui misbah-misbah yang lainnya. Ibarat bulan, ia biaskan Kemilaunya atas bulan-bulan yang lain.Ialah Gemintang yang berumah dibiduk Empyrean. Allah memberinya nama yang "Tak tertulis," seperti tergambar dalam keinginanNya. Nama yang yang ditahbiskan oleh Keagungan Kasih Sayang_Nya. Nama itu bernisbat di Makkah, tempat Ia berdiam diri dalam Kehadiran_Nya.
  • Sekali Ia kukuhkan Keperkasaannya, terangkatlah segala beban "Yang telah membuatmu menderita." Maka, sebagaimana Allah menyingkapkan badr, segeralah purnama terbit dari balik awan berkabut Yamaamah, dari balik bukit Tuhaamah (Makkah). Kilau kemilau sang Misbah seolah serta merta tercurah dari Mata-Air Ketuhanan Yang Maha Pemurah.
  • Ia jelas tidak bicara tentang banyak hal kecuali dengan cakrawala pandangan yang luas. Dan tak akan berbuat apa-apa kecuali mengikuti kebenaran yang Ia lakukan. Dirinya senantiasa ada dalam Hadirat Allah, lalu membawa segalanya pada-Nya. Ia memandang; dan karenanya Ia ada. Ialah yang kemudian diutus sebagai penunjuk jalan. Menggariskan mana saja yang layak umat manusia lakukan.
  • Tak ada seorangpun yang dapat melihat Misbah itu, selain Orang Yang Tulus (Siddiq), yang berkali-kali semenjak dulu menegaskan kebenarannya. Menyertainya hingga tak ada Tabir yang memisahkan mereka.
  • Tak seorang Arif pun yang mengetahui jejaknya bersedia mengabaikan hakikat kualitas Misbah itu. Kualitas cahaya itu hanya terlihat jelas bagi siapa yang Allah kehendaki. "Mereka itulah orang-orang yang kami turunkan Kitab..., meski ada diantara sebagian mereka yang menyembunyikan kebenaran, padahal mereka menyadarinya." (Q.S 2; 46)
  • Cahaya-cahaya kenabian memancar dari cahaya sang misbah, yang bersumber dari cahaya Zat Yang Misterius. Diantara cahaya-cahaya itu,tak ada yang lebih cemerlang, lebih berseri-seri, atau lebih tak tercipta-daripada-ketakterciptaan dibanding cahaya Sang Pemilik Kedermawanan.
  • 'Pabila kau berlari menghindar dari langkah dan petunjuk-Nya, jalan manakah yang hendak kau tempuh, oh kau yang merana? Puncak dan tujuan akhir para filsuf, tak lain, adalah sehimpunan isyarat yang tiba melalui kebijaksanaan-Nya.

                                                          
    AL-Halajj

Potret Imam Syafi'i


Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i yang kemudian terkenal dengan nama Imam asy-Syafi’i adalah pendiri dan pemimpin Mazhab Syafi’i dan Imam ketiga dalam mazhab Ahlusunnah. Nasab beliau sampai kepada Hasyim bin Abdul Muthalib kemenakan dari Hasyim bin ‘Abdu Manaf yang dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama Syafi’ bin Saib yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw.

Kebanyakan ahli sejarah mencatat bahwa Imam Syafi’i dilahirkan di kota Gaza, Palestina, namun ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir di Asqalan. Ada juga yang mengatakan Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H di Yaman dimana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Ahlusunnah yang bernama Imam Abu Hanifah.
Sejak kecil Syafi’i telah kehilangan ayahnya. Kala itu beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan serba kekurangan. Imam Syafi’i mempelajari fikih dan hadis ketika di Mekkah dan untuk beberapa waktu beliau juga belajar syair, sastra bahasa (lughat) dan nahwu di Yaman. Sampai pada suatu waktu atas saran Mus’ab bin Abdullah bin Zubair, beliau pergi ke Madinah untuk menekuni ilmu hadis dan fikih. Diusianya yang relatif muda (sekitar 20 tahunan), beliau telah belajar kepada Imam Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki.
Imam Syafi’i menuturkan masa lalunya seperti ini: Sewaktu saya belajar, guru saya mengajarkan kepada saya tentang Al-Qur’an dan saya pun menghafalnya. Saya ingat waktu itu guru saya pernah berkata: ‘Tidak halal bagi saya sekiranya mengambil imbalan dari kamu.” Dengan alasan tersebut, akhirnya saya meninggalkan guru tersebut. Sejak itu saya mengumpulkan potongan tembikar, kulit dan pelepah kurma yang agak besar sebagai sarana yang saya pakai untuk menuliskan hadis. Akhirnya, saya pergi ke Mekkah. Aku tinggal bersama kabilah Hudail yang terkenal dengan kefasihannya selama 17 tahun. Setiap kali mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain, aku pun mengikuti jejak mereka. Saat aku pulang ke Mekkah, aku telah menguasai banyak sekali disiplin ilmu. Waktu itu aku bertemu dengan salah seorang pengikut Zubair lalu salah seorang dari mereka berkata kepadaku: “Sangat berat bagiku melihat Anda yang begitu jenius dan fasih namun Anda tidak mempelajari fikih.” Tak lama setelah itu, mereka membawaku ke tempat Imam Malik.
Saya telah memiliki buku “Al-Muwatho’” Imam Malik dan cuma dalam waktu sembilan hari aku telah mempelajarinya. Kemudian saya pergi ke Madinah untuk belajar dan menghadiri majlis taklim Imam Malik.”
Imam Syafi’i tetap tinggal di kota Madinah sampai saat wafatnya Malik bin Anas. Kemudian beliau pergi ke Yaman dan beliau menghabiskan aktivitasnya di sana. Penguasa Yaman pada waktu itu seorang yang zalim dan bekerja sama dengan pemerintahan Harun ar-Rasyid, Khalifah Abassiyah. Dalam kondisi seperti itu, penguasa menangkap Imam Syafi’i dengan alasan dikhawatirkan beliau akan memberontak bersama Alawiyyin (keturunan Ali bin Abi Thalib) lalu beliau dibawa kepada Harun ar-Rasyid, tetapi Harun ar-Rasyid membebaskannya.
Muhammad bin Idris untuk beberapa waktu pergi ke Mesir dan kemudian pada tahun 195 H beliau mendatangi Bagdad dan mengajar disana. Setelah dua tahun tinggal di Bagdad, beliau kembali ke Mekkah. Tak lama setelah itu, beliau pergi lagi ke kota Bagdad dan dalam waktu yang cukup singkat tinggal di Bagdad. Pada tahun 200 H di penghujung bulan Rajab di usia 54 tahun beliau meninggal dunia di Mesir. Tempat pemakamannya di Bani Abdul Hakam berdekatan dengan makamnya para syuhada dan menjadi tempat ziarah kaum Muslimin, khususnya kalangan Ahlusunnah.
Salah satu murid Imam Syafi’i yang terkenal adalah Ahmad bin Hanbal, pendiri Mazhab Hanbali.
Karya-karya Imam Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki banyak sekali karya berharga, di antaranya adalah:

1. Al-Umm
2. Musnad as-Syafi’i
3. As-Sunnan
4. Kitab Thaharah
5. Kitab Istiqbal Qiblah
6. Kitab Ijab al-jum’ah
7. Sholatul ‘Idain
8. Sholatul Khusuf
9. Manasik al Kabir
10. Kitab Risalah Jadid
11. Kitab Ikhtilaf Hadist
12. Kitab Syahadat
13. Kitab Dhahaya
14. Kitab Kasril Ard

Berhubung pusat pengajaran beliau berada di kota Bagdad dan Kairo, maka melalui dua kota tersebut secara perlahan Mazhab Syafi’i disebarkan oleh murid-muridnya ke negeri-negeri Islam lainnya, seperti Syam, Khurasan dan Mawara’u Nahr. Tetapi pada abad ke-5 dan ke-6 terjadi konflik keras antara para pengikut Syafi’i dan pengikut Hanafi di Bagdad dan juga pengikut Syafi’i dan Hanafi di Isfahan. Begitu juga para pengikut Syafi’i sempat bentrok dengan dengan para pengikut Syiah dan Hanafi pada zaman Yaqut dimana setelah itu mereka menguasai kota Rei.
Mazhab Syafi’i lebih dikenal dengan perpanduan antara ahli qiyas dan ahli hadis. Mazhab Syafi’i sekarang tersebar di Mesir, Afrika Timur, Afrika Selatan, Arab Saudi bagian Barat dan Selatan, Indonesia, sebagian dari Palestina dan sebagian dari Asia Tengah, khususnya kawasan Kurdistan.
Di antara ulama-ulama pengikut Mazhab Syafi’i yang terkenal adalah: Nasai’, Abu Hasan Asy’ari, Abu Ishaq Shirazi, Imamul Haramain, Abu Hamid Ghazali, dan Imam Rafi’i.
Kata-Kata terakhir Imam Syafi'i Rahimahumullah Sebelum Wafat

Imam Al-Muzani sahabat Imam Asy Syafi’i berkata : ” saya menjenguk Imam Asy Syafi’i saat beliau sakit yang menjelang wafatnya,kemudian saya bertanya kepadanya  :
”Wahai Abu Abdillah,bagaimana keadaanmu? “,beliau mengangkat kepalanya,lantas berkata:

” Aku akan pergi dari dunia ,berpisah dengan sahabat sahabatku dan bertemu dengan kejelekan amalku,kemudian aku akan menghadap Allah,aku tidak tahu apakah ruh ku akan menuju surga lalu kuucapkan kata selamat padanya,ataukah keneraka lalu aku menolaknya  “,

Setelah berkata demikian, Beliau menangis sambil melantunkan bait-bait syair berikut:

Kala hatiku mengeras dan jalanku mulai menyempit
Aku hanya bisa mengharap titihan ampunan-Mu
Dosa-dosaku amat besar, namun jika aku bandingkan
Dengan ampunan-Mu, ya Robb, ampunan-Mu jauh lebih besar
Engkau Senantiasa melimpahkan ampunan atas segala dosa
Dan Engkau tiada pernah bosan memberi ampunan.”

(Sifat Ash-Shofwah, 3/146)

Sumber

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate