Nama lengkapnya adalah 
Hakim bin Huzam bin Asad bin Abdul Gazi, ponakan Khadijah istri 
Rasulullah . Sebelum dan setelah kenabian beliau ini adalah teman akrab 
Rasulullah , sewaktu kaum Quraisy memboikot Rasulullah, beliau tidak 
termasuk, karena menghormati Nabi. Beliau baru masuk Islam ketika 
penaklukan kota Mekah dan terkenal sebagai orang yang banyak jasa baik 
dan derma.
Sejarah
 mencatat, dia adalah satu-satunya anak yang lahir dalam Kabah yang 
agung. Ceritanya sebagai berikut. Pada suatu hari ibunya yang sedang 
hamil tua masuk ke dalam Kabah bersama rombongan orang-orang sebayanya 
untuk melihat-lihat Kabah. Hari itu Kabah dibuka untuk umum sesuai 
dengan ketentuan. Ketika berada dalam Kabah, perut ibu tiba-tiba terasa 
hendak melahirkan. Dia tidak sanggup lagi berjalan keluar Kabah. 
Seseorang lalu memberikan tikar kulit kepadanya, dan lahirlah bayi itu 
di atas tikar tersebut. Bayi itu adalah Hakim bin Hazam bin Khuwailid, 
yaitu anak laki-laki dari saudara Ummul Mukminin Khadijah binti 
Khuwailid.
Hakim
 bin Hazam dibesarkan dalam keluarga keturunan bangan yang berakar dalam
 dan terkenal kaya. Karena itu, tidak heran kalau dia menjadi orang 
pandai, mulia, dan banyak berbakti. Dia diangkat menjadi kepala kaumnya 
dan diserahi urusan rifadah (lembaga yang menangani orang-orang yang 
kehabisan bekal ketika musim haji) di masa jahiliah. Untuk itu dia 
banyak berkorban harta pribadinya. Dia bijaksana dan bersahabat dekat 
dengan Rasulullah  sebelum beliau menjadi Nabi. Sekalipun 
Hakim bin Hazam kira-kira lima tahun lebih tua dari Nabi , tetapi dia 
lebih senang, lebih ramah, dan lebih suka berteman dan bergaul dengan 
beliau. Rasulullah mengimbanginya pula dengan kasih sayang dan 
persahabatan yang lebih akrab. Kemudian, ditambah pula dengan hubungan 
kekeluargaan, karena Rasulullah mengawini bibi Hakim, Khadijah binti 
Khuwailid ra, hubungan di antara keduanya bertambah erat. 
Anda
 boleh jadi heran, walaupun hubungan persahabatan dan kekerabatan antara
 keduanya demikian erat, ternyata Hakim tidak segera masuk Islam, 
melainkan sesudah pembebasan kota Mekah dari kekuasaan kafir Quraisy, 
kira-kira dua puluh tahun sesudah Muhammad diangkat menjadi Nabi dan 
Rasul. Orang memperkirakan Hakim bin Hazam, yang dikaruniai Allah akal 
sehat dan pikiran tajam ditambah dengan hubungan kekeluargaan, serta 
persahabatan yang akrab dengan Rasulullah, akan menjadi mukmin 
pertama-tama yang membenarkan dakwah Muhammad, dan menerima ajarannya 
dengan spontan. Tetapi, Allah berkehendak lain. Dan, kehendak Allah 
jualah yang berlaku. 
Kita
 heran dengan terlambatnya Hakim bin Hazam masuk Islam, tetapi Hakim 
sendiri pun tidak kurang keheranannya. Setelah dia masuk Islam dan 
merasakan nikmat iman, timbullah penyesalan mendalam, karena umurnya 
hampir habis dalam kemusyrikan dan mendustakan Rasulullah. Putranya 
pernah melihat dia menangis, lalu bertanya, “Mengapa Bapak menangis?” 
“Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan Bapak menangis, hai anakku!” jawab Hakim. 
“Pertama,
 keterlambatan masuk Islam menyebabkan aku tertinggal merebut banyak 
kebajikan. Seandainya aku nafkahkan emas sepenuh bumi, belum seberapa 
artinya dibandingkan dengan kebajikan yang mungkin aku peroleh dengan 
Islam. Kedua, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan dalam Perang Badar 
dan Uhud, lalu aku berkata kepada diriku ketika itu, aku tidak lagi akan
 membantu kaum Quraisy memerangi Muhammad, dan tidak akan keluar dari 
kota Mekah. Tetapi, aku senantiasa ditarik-tarik kaum Quraisy untuk 
membantu mereka. Ketiga, setiap aku hendak masuk Islam, aku lihat 
pemimpin-pemimpin Quraisy yang lebih tua tetap berpegang pada 
kebiasaan-kebiasaan jahiliah. Lalu, aku ikuti saja mereka secara 
fanatik.”
“Kini
 aku menyesal, mengapa aku tidak masuk Islam lebih dini. Yang 
mencelakakan kita tidak lain melainkan fanatik buta terhadap bapak-bapak
 dan orang-orang tua kita. Bagaimana aku tidak akan menangis karenanya, 
hai anakku?” 
Sebagaimana
 kita heran dengan terlambatnya Hakim bin Hazam masuk Islam, begitu 
pulalah dia heran terhadap dirinya. Rasulullah pun heran terhadap 
orang-orang yang berpikiran tajam dan berpaham luas seperti Hakim bin 
Hazam, tetapi menutupi diri untuk menerima Islam. Padahal, dia dan 
golongan orang-orang yang seperti dia ingin segera masuk Islam. 
Semalam sebelum memasuki kota Mekah, Rasulullah  bersabda
 kepada para sahabat, “Di Mekah terdapat empat orang yang tidak suka 
kepada kemusyrikan, dan lebih cenderung kepada Islam.” 
“Siapa
 mereka itu, ya Rasulullah,” tanya para sahabat. “Mereka adalah ”Attab 
bin Usaid, Jubair bin Muth”im, Hakim bin Hazam, dan Suhail bin Amr. 
Maka, dengan karunia Allah, mereka masuk Islam secara serentak,” jawab 
Rasulullah . 
Ketika Rasulullah  masuk
 kota Mekah sebagai pemenang, beliau tidak ingin memperlakukan Hakim bin
 Hazam, melainkan dengan cara terhormat. Maka, beliau perintahkan juru 
pengumuman agar menyampaikan beberapa pengumuman. 
Siapa
 yang mengaku tidak ada Tuhan selain Allah yang maha Esa, tiada sekutu 
bagi-Nya, dan mengaku Muhammad sesungguhnya hamba Allah dan Rasul-Nya, 
dia aman. 
Siapa yang duduk di Kabah, lalu meletakkan senjata, dia aman.
Siapa yang mengunci pintu rumahnya, dia aman.
Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, dia aman.
Siapa yang masuk ke rumah Hakim bin Hazam, dia aman.
Siapa yang mengunci pintu rumahnya, dia aman.
Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, dia aman.
Siapa yang masuk ke rumah Hakim bin Hazam, dia aman.
Rumah Hakim bin Hazam terletak di kota Mekah bagian bawah, sedang rumah Abu Sufyan bin Harb terletak di bagian atas kota Mekah.
Hakim
 bin Hazam memeluk Islam dengan sepenuh hati, dan iman mendarah daging 
di kalbu. Dia bersumpah akan selalu menjauhkan diri dari 
kebiasaan-kebiasaan jahiliah dan menghentikan bantuan dana kepada 
Quraisy untuk memenuhi Rasulullah dan para sahabat beliu. Hakim 
menempati sumpahnya dengan sungguh-sungguh.
Sekali
 peristiwa di Darun Nadwah (Balai Sidang), suatu tempat terhormat bagi 
kaum QuraISy di masa Jahiliah untuk bermusyawarah, para pemimpin, 
tetua-tetua, dan para pembesar mereka memutuskan dalam musyawarah hendak
 membunuh Rasulullah . Hakim ingin melepaskan diri dari kenangan pada 
putusan tersebut. Untuk itu, dia membuat tirai penutup yang dapat 
melupakan ingatannya pada masa lalu yang dibencinya itu. Lalu dibelinya 
gedung Darun Nadwah tesebut seharga seratus ribu dirham.
Para
 pemuda Quraisy bertanya kepadanya, “Untuk apa gedung yang dimuliakan 
kaum Quraisy itu Anda beli, hai paman? Jawab Hakim, “Bukan begitu, wahai
 anakku! segala kemuliaan telah sirna. Yang mulia hanyalah takwa. Aku 
tidak hendak membelinya, melainkan karena ingin menjual kembali untuk 
membeli rumah di surga. Aku saksikan kepada kalian semuanya, uangnya 
akan kusumbangkan untuk perjuangan fi sabilillah.”
Sesudah
 masuk Islam, Hakim bin Hazam pergi menunaikan ibadah haji. Dia membawa 
seratus ekor unta yang diberinya pakaian kebesaran yang megah. Kemudian 
unta-unta itu disembelihnya sebagai kurban untuk mendekatkan diri kepada
 Allah Azza wa Jalla. 
Waktu
 haji tahun berikutnya, dia wukuf di Arafah, beserta seratus orang hamba
 sahayanya. Masing-masing sahaya tergantung di lehernya sebuah kalung 
perak bertuliskan kalimat, “Bebas karena Allah Azza wa jalla, dari Hakim
 bin Hazam. Selesai menunaikan ibadah haji, budak-budak itu dimerdekakan
 semuanya.
Waktu
 naik haji ketiga kalinya. Hakim bin Hazam mengurbankan seribu ekor 
biri, seribu ekor persis, disembelihnya di Mina, untuk dimakan dagingnya
 oleh fakir miskin, guna mendekatkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.
 
Sesudah Perang Hunain, Hakim bin Hazam meminta harta rampasan kepada Rasulullah  lalu
 diberi oleh beliau. Kemudian ia meminta lagi, diberi pula oleh beliau. 
Akhirnya harta rampasan yang diterima Hakim dengan jalan meminta-minta 
itu berjumlah seratus ekor unta yang kini menjadi cerita (hadis) dalam 
Islam.
Rasulullah
 lalu berkata kepada Hakim, “Sesungguhnya harta itu manis dan enak. 
Siapa yang mengambilnya dengan rasa sukur dan rasa cukup, dia akan 
diberi barakah dengan harta itu. Dan, siapa yang mengambilnya dengan 
nafsu serakah, dia tidak akan mendapat barakah dengan harta itu, bahkan 
dia seperti orang makan yang tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang di
 atas (memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (meminta atau 
menerima).” 
Mendengar sabda Rasulullah  tersebut,
 Hakim bin Hazam bersumpah, “Ya Rasulullah, demi Allah yang mengutus 
engkau dengan agama yang hak, aku berjanji tidak akan meminta-minta apa 
pun kepada siapa saja sesudah ini. Dan, aku berjanji tidak akan 
mengambil sesuatu dari orang lain sampai aku berpisah dengan dunia.” 
Sumpah
 tersebut dipenuhi Hakim dengan sungguh-sungguh. Pada masa pemerintahan 
Abu Bakar, dia disuruh supaya mengambil gajinya dari baitul mal, tetapi 
dia tidak mengambilnya. Tatkala jabatan khalifah pindah kepada Umar 
al-Faruq, Hakim pun tidak mau mengambil gajinya setelah dipanggil 
beberapa kali.
Khalifah
 Umar mengumumkan di hadapan orang banyak, “Ya, maasyiral muslimin! saya
 telah memanggil Hakim bin Hazam beberapa kali supaya mengambil gajinya 
dari baitul mal, tetapi dia tidak mengambilnya.”
Begitulah,
 sejak mendengar sabda Rasulullah tersebut di atas, Hakim selamanya 
tidak mau mengambil sesuatu dari seseorang sampai dia meninggal. 
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya
No comments:
Post a Comment