“Segera setelah beliau membacakan bait tersebut, terlintas dalam benakku bahwa beliau merujuk pada hubungan antara Iman dan penyerahan diri pada Kehendak Ilahi. Beliau menoleh kepadaku, tertawa dan berkata, ‘Apakah engkau tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Hallaj? “Aku menolak agama Allah, dan penolakan itu adalah wajib bagiku meskipun tampak menyeramkan bagi kebanyakan Muslim”
“Wahai Syaikh Salah, apa yang terlintas dalam benakmu, bahwa hubungan itu adalah dengan Iman dan Islam, bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah Iman Sejati, dan Iman Sejati bagi Orang yang Benar adalah membuat hatinya menyangkal apapun selain Allah. Itulah yang membuat Hallaj berkata, “Aku menyangkal agama-Mu dan penyangkalan itu adalah wajib bagiku, meskipun tampak menyeramkan bagi Muslim”
“ Hatinya Hallaj tidak menginginkan yang lain kecuali Allah. ‘Tentu saja Hallaj tidak menyangkal Imannya dalam Islam, tetapi beliau menekankan bahwa hatinya hanya terkait kepada Allah saja. Jika Hallaj tidak menerima segala sesuatu selain Allah, bagaimana mungkin orang mengatakan bahwa sebenarnya beliau menyangkal agama Allah ? Pernyataannya tentang realitas Kesaksiannya mencakup segalanya dan membuat kesaksian Muslim yang awam menjadi mainan anak-anak”
“Syaikh Salah melanjutkan, Syah Naqsyband berkata, ‘Hamba-hamba Allah tidak bangga dengan apa yang mereka lakukan,
mereka melakukannya karena cinta kepada Allah semata”
“Rabi’a al-‘Adawiyya berkata, “Ya Allah, Aku tidak beribadah untuk mencari balasan Surga-Mu, tidak pula karena takut akan siksa-Mu, tetapi Aku menyembah-Mu hanya untuk Cinta-Mu.’ Jika ibadahmu untuk menyelamatkan dirimu sendiri atau untuk mendapat balasan tertentu bagi dirimu sendiri, maka itu adalah syirik yang tersembunyi, karena engkau telah menyekutukan Allah baik dengan pahala maupun azab. Inilah yang dimaksud oleh Hallaj”
gazellerun 2003