TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

Hamzah bin Abdul Mutalib (wafat 3 H)

Nama sebenarnya Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim, seorang paman Nabi dan saudara sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun kedua kenabian, Ia Ikut Hijrah bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan ikut dalam perang Badar, dan meninggal pada saat perang Uhud, Rasulullah menjulukinya dengan “Asadullah” (Singa Allah) dan menamainya sebagai “Sayidus Syuhada”.
Ibnu Atsir berkata dalam kitab ‘Usud al Ghabah”, Dalam perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy, sampai pada suatu saat beliau tergelincir sehingga ia terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya . lalu hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya hati Hamzah tetapi tidak tertelan dan segera dimuntahkannya.
Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya ,Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (Qs; an Nahl 126)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq didalam kitab,” Sirah Ibnu Ishaq” dari Abdurahman bin Auf bahwa Ummayyah bin Khalaf berkata kepadanya “ Siapakah salah seorang pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?”, aku menjawab “Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib”. Lalu Umayyah dberkata Dialah yang membuat kekalahan kepada kami”.
Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang 2 bilah pedang.
Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah shallallahu alaihi wassalam melihat Hamzah terbunuh, maka beliau menagis.
Ia wafat pada tahun 3 H, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan “Sayidus Syuhada”.
Disalin dari riwayat Hamzah bin Abul Muthalib dalam Usud al Ghabah Ibn Atsir, Sirah Ibn Ishaq.

Abu Thalib bin Abdul Muthalib (wafat 3 SH)

Nama sebenarnya adalah Abdu Manaf bin Abdul Muthalib bin Hasyim, sedang “Abu Thalib” adalah nama Panggilan yang berasal dari putra pertamanya yaitu Thalib. Abu Thalib adalah paman dan ayah asuh Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Ia adalah ayah dari Ali bin Abi Thalib.
Abu Thalib telah menerima amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi dan telah dilaksanakan amanat tersebut. Nabi adalah sebaik-baik asuhan dan Abu Thalib adalah sebaik-baik pengasuh.
Abu Thalib membela Nabi dengan jiwa raganya dalam berdakwah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan pengikutnya di hadang di sebuah lembah. Lalu datanglah Abu Thalib dengan tegar berkata: Kalian tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku. Abu Thalib selalu setia mendampingi Nabi. Beliau adalah orang yang banyak membantu perjuangan dakwah Islam.
Abu Thalib ketika mau meninggal dunia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi dan membelanya untuk menenangkan dakwahnya.
Abu Thalib adalah pahlawan Bani Hasyim terkemuka dan pemimpin mereka. Nabi mengajaknya masuk Islam tapi dia menolak.

Hadist Bukhari dalam Shahihnya, kitab tafsir No. 4675 dan 4772, Muslim 24, Dari Al Musayyib bin Hazn berkata, “Ketika Abu Thalib hampir mati, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mengunjunginya dan mendapati Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah di sisi Abu Thalib. Lalu Rasulullah berkata, Wahai paman, ucapkan Laa Ilaha Illallah suatu kalimat yang aku akan membelamu karena ucapan itu dihadapan Allah.”
Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata, “Apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?” Beliau terus menerus menawarkan kepada pamannya untuk mengucapkannya, tetapi kedua orang itu terus mengulang-ulang. Hingga akhir ucapan Abu Thalib adalah tetap berada pada agama Abdul Muthalib dan enggan mengucapkan Laa Ilaha Illallah. Rasulullah bersabda,

“Aku benar-benar akan memintakan ampunan bagimu selama tidak dilarang “.
Lalu Allah menurunkan ayat,
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, Walaupun ornag-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik adalah penghuni neraka jahanam. (At Taubah : 113).

Ayat ini diturunkan Allah berkenaan dengan Abu Tholib. Dan Allah berfirman kepada Rasullulah

Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Al-Qoshosh : 56).

Riwayat lain: Dari Abu Hurairah, berkata ;

Rasulullah berkata pada pamannya, Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat, Abu Thalib menjawab, Seandainya orang Quraisy tidak mencelaku dengan mengatakan “ Abu Thalib mengucapkan itu karena hampir mati. Lalu Allah menurunkan ayat (At Taubah : 113) kepada Rasulullah.
Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata, Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“ (HR. Bukhari no. 3883, 6208, 6572, Muslim 209)
Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata, Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih”. (HR.Bukhari 3885, 6564, Muslim 210)
Masih banyak riwayat lainnya yang menyatakan kekufuran Abu Thalib pada saat menjelang kematian.
Ia wafat pada tahun 3 SH.

Disalin dari riwayat Abu Thalib dalam Ishabah 1/117, Thabaqat Ibn Sa’ad 1/24 dan sumber lainnya

Abbas bin Abdul Muthalib (wafat 32 H/653 M)

Nama sebenarnya adalah Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, ia adalah seorang paman Nabi Shallallahu alaihi wassalam, dengan nama panggilan Abu Fadhel, ia termasuk pemukan Quraisy baik semasa jahililliyah maupun setelah Islam, ia memeluk Islam sebelum Hijrah secara diam diam dan tetap berdiam di Makkah guna dapat mengirimkan berita tentang kaum Musryikin kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Dia sempat mengikuti perang Hunain bersama Rasulullah dan termasuk pertahanan yang paling kuat, ia ikut rombongan Anshar dalam Baiat Akabah. Ia adalah paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dan salah seorang yang paling akrab dihatinya dan yang paling dicintainya. Karena itu, beliau senantiasa berkata menegaskan, Abbas adalah saudara kandung ayahku. Barangsiapa yang menyakiti Abbas sama dengan menyakitiku.
Di zaman Jahiliah, ia mengurus kemakmuran Masjidil Haram dan melayani minuman para jamaah haji. Seperti halnya ia akrab di hati Rasulullah, Rasulullah pun dekat dengannya. Ia pemah menjadi pembantu dan penasihat utamanya dalam bai’at al-Aqabah menghadapi kaum Anshar dari Madinah. Menurut sejarah, ia dilahirkan tiga tahun sebelum kedatangan Pasukan Gajah yang hendak menghancurkan Baitullah di Mekkah. Ibunya, Natilah binti Khabbab bin Kulaib, adalah seorang wanita Arab pertama yang mengenakan kelambu sutra pada Baitullah al-Haram.
Pada waktu Abbas masih anak-anak, ia pemah hilang. Sang ibu lalu bernazar, kalau puteranya itu ditemukan, ia akan mengenakan kelambu sutra pada Baitullah. Tak lama antaranya, Abbas ditemukan, maka iapun menepati nazamya itu
Istrinya terkenal dengan panggilan Ummul Fadhal (ibu Si Fadhal) karena anak sulungnya bernama al-Fadhal. Wajahnya tampan. Ia duduk dibelakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menunaikan haji wada’-nya. Ia meninggal dunia di Syam karena bencana penyakit. Anak-anaknya yang lain sebagai berikut ; yaitu anak kedua, Abdullah, seorang ahli agama yang mendapat doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal di Thaif. Ketiga, Qutsam, wajahnya mirip benar dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ia pergi berjihad ke negeri Khurasan dan meninggal dunia di Samarkand. Keempat, Ma’bad, mati syahid di Afrika. Abdullah (bukan Abdullah yang pertama), orangnya baik, kaya,dan murah hati meninggal dunia di Madinah. Kelima, Puterinya, Ummu Habibah.
Para ulama berbeda keterangan tentang Islamnya Abbas. Ada yang mengatakan, sesudah penaklukkan Khaibar. Ada yang mengatakan, lama sebelum Perang Badar. Katamya, ia memberitakan kegiatan kaum musyrikin kepada Nabi di Madinah, dan kaum muslimin yang ada di Mekkah banyak mendapat dukungan dari beliau. Kabamya, ia pemah menyatakan keinginannya untuk hijrah ke Madinah, tapi Rasulullah menyatakan, “engkau lebih baik tinggal di Mekah “.
Keterangan kedua ini dikuatkan oleh keterangan Abu Rafi’, pembantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pada waktu itu, ketika aku masih kanak-kanak, aku menjadi pembantu di rumah Abbas bin Abdul Muththalib. Ternyata, pada waktu itu, Islam sudah masuk ke dalam rumah tangganya. baik Abbas maupun Ummul Fadhal, keduanya sudah masuk Islam. Akan tetapi, Abbas takut kaumnya mengetahui dan terpecah-belah, lalu ia menyembunyikan keislamannya.”

Ummi Kultsum binti Ali bin Abu Thalib (wafat.75H)

Namanya adalah Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan anak, memiliki kedudukan yang tinggi dan posisi yang luhur di sisi Rasulullah. Beliau juga putri khalifah Rasyidin yang keempat. Kakeknya adalah penghulu anak Adam. Ibu beliau adalah ratu wanita ahli jannah, Fathimah binti Rasulullah, sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin pemuda ahli jannah dan penghibur hati Rasulullah.
Dalam lingkungan yang mulia seperti inilah pada zaman Rasulullah Ummu Kultsum dilahirkan, tumbuh berkembang dan terdidik. Beliau adalah teladan bagi para gadis muslimah yang tumbuh di atas dien, keutamaan dan rasa malu.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab al-Faruq , Khalifah Rasyidin yang kedua mendatangi ayahnya untuk meminang beliau. Akan tetapi, mulanya Imam Ali bin Abi Thalib meminta ditunda, karena Ummu Kultsum masih kecil. Umar berkata: “Nikahkanlah aku dengannya wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliannya, yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” Maka Ali meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriyah, dan hidup bersama hingga terbunuhnya Umar. Dari pernikahannya mendapatkan dua anak, yaitu Zaid bin Umar al-Akbar dan Ruqayyah binti Umar.

Yang mengesankan pada Ummu Kultsum, istri dari Amirul Mukminin, bahwa suatu ketika Umar keluar pada malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya (inilah keadaan setiap pemimpin yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya dalam naungan daulah Islamiyah ). Beliau melewati suatu desa di Madinah, tiba-tiba beliau mendengar suara rintihan wanita yang bersumber dari sebuah gubug, di depan pintu ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Umar mengucapkan salam kepadanya dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi. Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin mendapatkan kemurahan hati Amirul Mukminin. Umar bertanya tentang wanita di dalam gubug yang beliau dengar rintihannya. Laki-laki tersebut tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin, maka dia menjawab, “Pergilah anda dan semoga Allah merahmati anda sehingga mendapatkan yang anda cari, dan janganlah anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya bagi anda.”
Umar kembali mengulang-ulang pertanyaannya agar dia dapat membantu kesulitannya jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah istriku yang hendak melahirkan dan tak ada seorang pun yang dapat membantunya.” Umar bertolak meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah dengan segera. Beliau masuk menemui istrinya, yakni Ummu Kaltsum dan berkata,” Apakah kamu ingin mendapat pahala yang Allah akan limpahkan kepadamu?” Beliau menjawab dengan keadan yang penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira tersebut yang mana beliau merasa mendapatkan kehormatan karenanya, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut Wahai Umar?” Maka Umar memberitahukan kejadian yang baru mereka temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan dan mengambil peralatan untuk melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Amirul Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Beliau berangkat bersama istrinya hingga sampai ke gubug tersebut.
Ummu Kultsum masuk ke dalam gubug dan membantu ibu yang hendak melahirkan dan beliau bekerja dengan semangat seorang bidan. Sementara itu, Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil memasak yang beliau bawa. Tatkala istri laki-laki tersebut melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, “Beritakan kabar gembira kepada temanmu wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki. Hal itu membuat orang badui tersebut terperanjat. Karena ternyata orang di sampingnya yang sedang memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.
Begitu pula wanita yang melahirkan tersebut terperanjat, karena yang menjadi bidan baginya di gubug tersebut ternyata adalah istri dari Amirul Mukminin. Takjub pula orang-orang yang hadir menyaksikan realita yang berada dalam naungan Islam tersebut ketika seorang kepala negara dan istrinya membantu seorang laki-laki dan istrinya dari Badui.
Setelah berselang beberapa waktu lamanya, tangan yang berdosa dan dengki dengan Islam membunuh Umar bin Khatthab, sehingga Ummu Kultsum menjadi seorang janda.
Tatkala Ummu Kultsum wafat, Ibnu Umar menyalatkannya dan begitu pula putranya, Zaid, yang berdiri di sampingnya dan mereka berdua takbir empat kali.

Sumber: kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate