Sahabat
 yang memeluk Islam dari sejak dini sempat mengikuti emigrasi ke 
Abessinia kemudian hijrah ke Madinah. Beliau sempat mengikuti penaklukan
 daerah Syam (Suriah dan sekitarnya), tapi malang beliau tertawan oleh 
pasukan Romawi dalam penyerbuan di Kaisariah. Beliau meninggal di Mesir 
di masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Seorang
 sahabat yang dikenal dengan Abdullah ibnu Huzhafah as-Sahmi. Sejarah 
telah mencatat sepak terjang laki-laki ini sebagaimana pahlawan yang 
tidak pernah hilang dari benak orang Arab, bahkan Islam amat berjasa 
kepada Abdullah ibnu Huzhafah dengan mempertemukannya dengan para 
pemimpin dunia pada masa hidupnya seperti Kisra Parsi dan Kaisar Rum. 
Kisah Abdullah ibnu Huzhafah dengan kedua raja itu merupakan cerita yang
 tidak akan terlupakan sepanjang masa dan akan senantiasa terukir di 
dalam sejarah.
Kisah dengan Kisra Raja Parsi terjadi tahun 6 H 
ketika Nabi berniat untuk mengutus beberapa sahabat beliau untuk 
menyampaikan surat-surat kepada raja-raja non-Arab untuk mengajak mereka
 memeluk Islam. Dan Rasulullah amat mengetahui risiko dari tugas-tugas 
itu. Para utusan tersebut akan pergi menuju daerah-daerah yang 
ditentukan oleh Nabi yang belum pernah mereka tempuh sebelumnya. Para 
utusan tadi tidak menguasai bahasa mereka dan tidak mengetahui bagaimana
 karakter raja-raja tersebut. Mereka akan mengajak raja-raja tersebut 
untuk meninggalkan agama mereka, melepaskan wibawa dan kekuasaan mereka,
 selanjutnya memeluk suatu agama yang sebelum ini pengikutnya berasal 
dari masyarakat mereka sendiri. Ini merupakan perjalanan yang amat 
berisiko. Hidup dan kembali dengan selamat atau mati di sana.
Karena tugas yang mulia dan berat ini, Rasulullah 
mengumpulkan para sahabat beliau dan berkhotbah di depan mereka. Setelah
 mengucapkan hamdalah membaca syahadat, Rasulullah berkata, “Amma ba’du.
 Sesungguhnya aku berniat untuk mengutus sebagian kalian kepada para 
raja non-Arab. Maka janganlah kalian berseteru dengan mereka sebagaimana
 kaum bani Israel terhadap Isa ibnu Maryam.”
Para sahabat berkata kepada Rasulullah Shalallahu 
‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, kami akan melaksanakan apa yang 
engkau inginkan. Maka utuslah siapa saja dari kami yang engkau 
kehendaki.”
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. memilih enam orang 
sahabat beliau untuk menyampaikan surat dakwah kepada para raja Arab dan
 non-Arab. Salah seorang dari mereka adalah Abdullah ibnu Huzhafah 
as-Sahmi. Ia diutus untuk menyampaikan surat Nabi kepada Kisra Raja 
Persia.
Abdullah ibnu Huzhafah telah mempersiapkan 
perjalanannya. Ia meninggalkan istri serta anaknya. Dalam perjalanan, ia
 naik-turun bukit dan lembah seorang diri. Tiada yang menemaninya selain
 Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga akhirnya ia menginjakkan kaki di 
perumahan Parsi. Ia kemudian meminta izin untuk menemui raja mereka, 
salah seorang pengawal mengambil surat yang dibawanya.
Ketika itu, Kisra menyuruh pengawal memanggil para 
pejabat istana untuk menghadiri majelis. Mereka pun hadir semuanya. 
Setelah itu, Abdullah ibnu Huzhafah diizinkan memasuki istana.
Abdullah masuk menemui Kisra hanya dengan memakai 
pakaian yang tipis, selendang yang dijahit tebal. Ia begitu mencerminkan
 kesederhanaan orang Arab.
Akan tetapi, ia adalah seorang yang tinggi tegap, 
bahunya lebar dan berisi karena kemuliaan Islam, di hatinya terhunjam 
kuat keimanan. Ketika Kisra melihatnya dengan mantap dan menyuruh salah 
seorang pengawalnya mengambil surat yang ada di tangannya, Abdullah 
berkata, “Tidak, Rasulullah menyuruhku untuk menyerahkannya kepadamu 
langsung dan aku tidak mau menyalahi amanah Rasulullah.”
Kisra pun berkata kepada pengawalnya, “Biarkanlah dia memberikannya kepadaku.”
Lalu Abdullah mendekati Kisra dan menyerahkan surat 
tersebut. Kemudian Kisra memanggil seorang penulis bangsa Arab dari 
Hirah dan menyuruhnya untuk membuka surat yang ada di tangannya dan 
membacakan surat tersebut kepadanya.
Bismillahirhamanirrahim.
Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra yang agung Raja Parsi, keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.
Tatkala Kisra mendengar potongan kalimat tersebut, bergejolaklah api kemarahan menyesakkan dadanya. Mukanya memerah, keluarlah keringatnya karena marah, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memulai suratnya dengan namanya sendiri. Kisra langsung merebut surat itu dan merobeknya tanpa ingin mengetahui lanjutan isi surat tersebut. Ia berkata dengan nada marah, “Apakah ia menulis ini untukku, padahal ia adalah hambaku?”
Tatkala Kisra mendengar potongan kalimat tersebut, bergejolaklah api kemarahan menyesakkan dadanya. Mukanya memerah, keluarlah keringatnya karena marah, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memulai suratnya dengan namanya sendiri. Kisra langsung merebut surat itu dan merobeknya tanpa ingin mengetahui lanjutan isi surat tersebut. Ia berkata dengan nada marah, “Apakah ia menulis ini untukku, padahal ia adalah hambaku?”
Kemudian ia mengusir Abdullah ibnu Huzhafah dari 
istana. Abdullah pun langsung keluar. Abdullah ibnu Huzhafah keluar dari
 istana Kisra dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. 
Dibunuh atau dibiarkan bebas? Akan tetapi, ia tetap yakin dan berkata, 
“Demi Allah, aku tak peduli apa yang akan terjadi setelah aku 
menyampaikan surat Rasul.”
Lalu ia pun menunggangi kudanya dan pergi. Setelah 
kemarahan Kisra reda, ia menyuruh pengawalnya untuk memanggil Abdullah, 
tetapi Abdullah sudah tidak ada. Mereka mencari-carinya di setiap 
tempat. Mereka mencarinya di jalan menuju Arab dan mereka hanya 
mendapati bekas jejaknya.
Ketika Abdullah menghadap Rasul, ia menceritakan apa 
yang telah terjadi tentang Kisra yang merobek surat beliau. Mendengar 
hal itu, Rasul hanya berkata, “Allah akan menghancurkan kerajaannya.”
Kemudian, Kisra menyuruh wakilnya, Badzan, di Yaman 
untuk mengutus dua orang kuat dari Hijaz untuk menyusul Abdullah dan 
membawanya kembali. Lalu Badzan mengutus dua orang laki-laki pilihannya 
menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan sebuah
 surat. Surat tersebut berisi agar Rasul membiarkan orang tersebut 
membawa Abdullah ke Kisra segera. Badzan meminta dua orang tersebut 
menemui Rasul dan mengutarakan urusannya.
Maka dua orang itu pun segera berangkat. Ketika 
sampai di Thaif, ia menjumpai para pedagang Quraisy dan bertanya kepada 
mereka tentang Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menjawab, “Ia 
sekarang ada di Yatsrib.”
Para pedagang tadi membawa berita gembira tersebut ke
 Mekah. Mereka menceritakan berita baik itu kepada kaum Quraisy dan 
berkata, “Bergembiralah. Sesungguhnya, Kisra akan menghalangi Muhammad 
dan akan menghentikan dakwahnya.”
Sedangkan dua orang utusan itu terus melanjutkan 
perjalanan ke Madinah. Setelah menemui Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam,
 mereka memberikan surat Badzan dan berkata, “Maharaja Kisra menulis 
surat kepada raja kami, Badzan, untuk menjemput kembali orang yang 
datang kepadanya beberapa hari yang lalu. Kami datang untuk 
menjemputnya. Jika engkau mengizinkan, Kisra mengucapkan terima kasih 
kepadamu dan membatalkan niatnya untuk menyerangmu. Jika engkau enggan 
mengizinkannya, maka dia sebagaimana engkau ketahui, kekuatannya akan 
memusnahkanmu dan kaummu.”
Rasulullah pun tersenyum dan berkata kepada utusan itu, “Sekarang pulanglah kalian berdua dan besok kembali lagi.”
Keesokan harinya, utusan itu kembali menemui Nabi 
Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Apakah engkau telah 
mempersiapkan apa yang akan kami bawa menemui Kisra?”
Nabi berkata, “Kalian berdua tidak akan menemui Kisra
 setelah hari ini. Allah akan membunuhnya. Pada malam ini, bulan ini, 
anaknya, Syirawaih akan membunuhnya.”
Mereka menatap tajam wajah Rasulullah Shalallahu 
‘alaihi wasallam, mereka terlihat sangat geram lalu berkata, “Kau sadar 
apa yang kau ucapkan? Kami akan mengadukannya kepada Badzan.”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, 
“Silakan! Katakan kepadanya, ‘Agamaku akan sampai dan tersebar di 
kerajaan Kisra.’ Dan kamu, jika engkau masuk Islam aku akan menjadikanmu
 raja bagi kaummu.”
Kedua utusan itu pergi dari hadapan Rasulullah 
Shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka langsung menemui Badzan dan 
menceritakan apa yang telah terjadi. Badzan berkata, “Jika benar apa 
yang kalian katakan, berarti ia benar adalah seorang Nabi. Jika tidak, 
kita akan lihat apa yang akan terjadi.”
Belum lama mereka bersama Badzan, datanglah surat 
dari Syirawaih, “Aku telah membunuh Kisra untuk membalaskan dendam kaum 
kami. Ia telah membunuh orang yang kami muliakan, menawan para wanita 
kami, dan merampas harta-harta kami. Jika surat ini datang ke tanganmu, 
maka aku sekarang adalah raja kalian.”
Setelah membaca surat itu, ia membuangnya dan 
langsung menyatakan memeluk Islam, kemudian orang-orang Furs dan Yaman 
juga memeluk Islam.
Begitulah
 sekilas kisah pertemuan antara Abdullah ibnu Huzhafah dan Kisra Parsi. 
Lalu bagaimanakah kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung Rum? 
Pertemuannya itu terjadi pada masa khalifah Umar ibnul Khaththab 
radhiyallahu ‘anhu.. Peristiwa itu merupakan kisah yang amat 
mengagumkan.
Pada tahun 19 H, Umar ibnul Khaththab mengutus 
pasukan memerangi Romawi. Salah seorang di antara mereka adalah Abdullah
 ibnu Huzhafah as-Sahmi. Saat itu, Kaisar Agung Romawi mengetahui kabar 
kedatangan pasukan muslimin, kekuatan iman yang ada di dalam dada 
mereka, keyakinan teguh mereka, serta keikhlasan atas diri mereka di 
jalan Allah.
Lalu 
ia menyuruh pasukannya jika menang atas pasukan muslimin untuk membawa 
hidup-hidup tawanan kepadanya dan Allah menakdirkan Abdullah ibnu 
Huzhafah termasuk dalam tawanan pasukan Romawi itu. Mereka membawa 
Huzhafah menghadap Kaisar. Mereka berkata, “Orang ini adalah tawanan 
dari sahabat Muhammad yang telah lama memeluk Islam. Kami membawanya 
untukmu.”
Raja Romawi menatap Abdullah ibnu Huzhafah dalam-dalam dan berkata, “Aku akan menawarkan kepadamu sesuatu?”
Abdullah menjawab, “Apa itu?”
Raja Romawi tadi, “Aku menawarkanmu untuk memeluk Nasrani. Jika engkau lakukan, aku akan membebaskanmu dan memberimu kemuliaan.”
Berkatalah Abdullah, “Enyahlah, sesungguhnya, kematian lebih aku sukai seribu kali lipat daripada apa yang engkau tawarkan.”
Kaisar pun berkata, “Tetapi aku melihatmu sebagai 
seorang laki-laki yang kesatria. Jika kau mengabulkan tawaranku, aku 
akan membagimu kerajaanku dan menjadikanmu pemimpin.”
Tersenyumlah Abdullah yang terikat itu dan berkata, 
“Demi Allah, seandainya engkau pun akan memberikan seluruh kerajaanmu 
dan seluruh kerajaan yang ada di Arab agar aku meninggalkan agama 
Muhammad, sungguh tidak akan pernah aku lakukan.”
Raja itu kemudian berkata, “Aku akan membunuhmu!” Abdullah menjawab, “Silakan kerjakan apa yang kau inginkan.”
Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk menyalib 
Abdullah. Ia berkata kepada algojonya, “Panahlah dari dekat mulai dari 
tangannya.”
Raja Romawi itu terus menawarkan Abdullah untuk memeluk Nasrani, tetapi Abdullah tetap dalam pendiriannya.
Raja itu berkata lagi, “Panahlah kedua kakinya,” 
sambil terus menawarkan Abdullah agar meninggalkan agama Muhammad. Akan 
tetapi, Abdullah tetap dalam pendiriannya.
Lalu Raja Romawi tadi memerintahkan untuk berhenti 
dan menurunkan Abdullah dari tiang salib. Kemudian ia memerintahkan 
untuk mengambil kuali besar dan memasukkan minyak ke dalamnya. Lalu 
kuali itu dipanaskan di perapian. Dan ia menyuruh membawa para tawanan 
dan melemparkannya salah seorang mereka ke dalamnya, sehingga dagingnya 
remuk dan meleleh hingga tulangnya kelihatan.
Lalu Kaisar menoleh kepada Abdullah ibnu Huzhafah dan
 mengajaknya untuk memeluk Nasrani. Tetapi hasilnya, Abdullah semakin 
mantap dengan pendiriannya.
Ketika kaisar telah putus asa, ia memerintahkan untuk
 melemparkan Abdullah ke dalam kuali yang telah dimasuki dua orang 
sahabatnya. Ketika akan masuk, ia menangis dan air matanya bercucuran. 
Para pengawal tadi pun memberi tahu Raja Romawi tadi bahwa Abdullah 
menangis.
Raja Romawi itu mengira bahwa Abdullah takut dan berkata, “Kembalikan ia kepadaku.”
Ketika berada di depan Raja Romawi, ia kembali 
menawarkannya memeluk Nasrani, tetapi Abdullah tetap enggan. Kaisar 
berkata, “Celakalah engkau! Lalu apa yang membuatmu menangis?”
Abdullah berkata, “Yang membuatku menangis adalah 
bahwa aku berkata kepada diriku, ‘Sekarang kau dilemparkan ke kuali ini 
dan kau pun mati, sedang aku ingin sekali memiliki nyawa yang banyak 
bagi jasadku, sehingga semuanya dilemparkan ke dalam kuali di jalan 
Allah.’”
Kaisar lalu berkata, “Maukah engkau mencium dahiku dan aku akan melepaskanmu?”
Abdullah berkata, “Engkau akan melepaskan semua kaum muslimin?”
Kaisar berkata, “Ya, semua kaum muslimin.”
Abdullah berkata, “Aku berkata di dalam hatiku. Ia 
adalah musuh Allah, aku mencium dahinya lalu ia melepaskanku dan semua 
kaum muslimin, hal itu tak ada masalah bagiku.”
Lalu ia mendekat dan mencium dahinya. Kemudian Kaisar melepaskannya dan semua kaum muslimin.
Setelah peristiwa itu, Abdullah ibnu Huzhafah datang 
menghadap Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu … Lalu ia menceritakan
 semua yang dialaminya. Mendengar cerita itu, Umar al-Faruq amat senang.
Ketika ia melihat para tawanan, ia berkata, “Setiap 
muslim wajib mencium dahi Abdullah ibnu Huzhafah. Dan akulah yang akan 
mencium pertama kali.” Kemudian ia berdiri dan mencium dahinya.
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya
No comments:
Post a Comment