TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

QASIDA 6






Nyanyian Kematian
(Simbol penyesalan Setelah Ektase)


_______

Ala ‘ddini ‘l salib yakumu mawt
C’ est dans la religion de la croix que je mourrai
Adalah dalam agama penyaliban aku akan mati

Al Hallaj
_______

Aku menyeru padaMu, kematian!, Untuk jiwa-jiwa yang bersaksi dan telah sampai, dan bergabung sebagai saksi dalam keabadian!,
Aku memekik pada diriku!, Kematian!, Bagi hati, setelah sekian lama hampa dari ungkapan yang terhimpun dalam samudera kearifan,
Aku memekik padaMu, Kematian!, Bagi firman Tuhan, sejak waktu digoreskan, dan hanya kefanaan yang nampak dalam bayangan kita,
Aku berseru padaMu, Kematian!, Bagi penyingkapan dihadapan kepatuhan dan menyerahkan semua pembicaraan yang bisa dipahami,
Aku berseru padaMu, Kematian!, Untuk perlambang-perlambang yang menyearah diselubungi oleh kecerdasan-kecerdasan, dari mereka, semua tanggal dalam kehancuran,
Aku berseru padaMu, Kematian!, Atas nama CintaMu, bagi keteguhan moral mereka yang menegakkan bingkai-bingkai untuk dipatuhi,
Mereka  yang seluruhnya telah melintasi padang pasir tanpa meninggalkan jejak, dan dibelakang mereka, kerumunan orang ditinggalkan mengigau,
Lalu buta daripada binatang, pun lebih buta daripada gerombolan.


____________________

Catatan:
Tentang isi secara keseluruhan, lihat Passion, hal. 298, 299. Qannad menyatakan puisi ini karya Nuri, tetapi Harawi dan semua sumber yang lain menyatakan karya Hallaj. Hakim Ibnu Al Hadad bersaksi bahwa Hallaj melantunkan puisi ini pada malam hari mengawali hukumannya. Ulasan tentang sholatnya terakhir (lihat: Diw, no. 2); bandingkan: Passion hal. 918 no. 5).
______________

Sumber:

Diwan Al Hallaj “louis Massignon”
Diterjemahkan dari LE DIWAN D’ AL HALLAJ. Essai De Reconstitution, Edition Et Traduction, oleh LOUIS MASSIGNON,
Jurnal Asiatique, Librairie Orientaliste Paul Geuthner, Janvier, Mars 1931
Penerbit; PUTRA LANGIT, Jl.Palagan tentara pelajar no. 77 Yogyakarta
Phone: (0274) 887055, Facs: (0274) 566171
Email: putra_langit@yahoo.com
putra_langit@mailcity.com
Cetakan I, Januari 2001
____________

Cinta Dan Kebijaksanaan




""
Cinta adalah ikhwal menjadi seorang pelayan, bukan menjadi seorang Raja!
""

Adalah sebuah jalan panjang menuju cinta, untuk kemudian musim-musim dalam dada seorang pecinta menyatu menjadi padang mawar.Siddharta, begitu sebuah nama dari seorang pejalan yang mengawali perjalanan spiritualnya dengan menanggalkan pakaian kemewahan, kemegahan, kehormatan sebagai seorang putra mahkota disebuah negeri.
Siddharta muda, hidup di sebuah istana di sebuah bagian di negeri hindus jauh.. lengkap dengan cincin kebangsawanan dan gaun yang memeluknya dengan megah. Kebercukupan ini tak membuat kepongahan dalam dada siddharta ini tertambal. Suatu ketika siddharta muda ingin pergi berkeliling negeri yang dipimpin oleh ayahnya. Oleh ayahnya, semua hal yang yang tak baik atau yang mengandung duka kepedihan disingkirkan oleh ayahnya, agar siddharta muda tidak melihat kepedihan hidup, dan juga merasakannya.

Cinta memilih sesiapapun sesuka hati yang akan menjadi cawannya. Meskipun semua pengemis, orang sakit yang terkapar dijalanan, tuna wisma, semua telah berusaha disingkirkan oleh pengawal istana kerajaan, namun mata siddharta ditarik oleh kekuatan ghaib.. sebuah pemandangan memilukan dilihat tak hanya oleh kedua matanya, namun oleh mata hati pemuda tersebut, seorang lelaki tua tergelepar jauh dari keramaian, sendirian..

Kepiluan, kesedihan kemudian hinggap dihati siddharta. Hati siddharta yang lembut terluka oleh kepedihan hidup yang ditanggung oleh lelaki tua yang terkapar tadi.. malam berganti malam, bulan mengganti dirinya dengan nama-nama baru.. kepiluan, kesedihan, kepongahan dalam hati siddharta tidak dapat disembuhkan dengan kemewahan dan kemegahan yang disuguhkan ayah beserta istananya.. hingga suatu malam, siddharta berniat untuk kabur dari istana ayahnya, meninggalkan keluarga beserta kemegahannya..

Siddharta keluar dari istananya menemukan seorang pedagang yang lewat membawa gerobaknya. Dengan penuh iba, ia memohon menukarkan segala pakaiannya yang mewah yang terbuat dari sutra terhalus dan segala perak juga emas yang menjelma pernak-pernik ditubuhnya dengan sebuah pakaian lusuh dan penutup kepala dari seorang pedangang tersebut. Penuh gembira, pedagang tersebut menyambut keinginan dari siddharta, dengan penuh kebahagiaan, keduanya berpisah menurut jalannya masing-masing

siddharta , diluar kemewahan juga istananya, mencoba hidup menjadi seorang peminta-minta.. bulan berganti nama.. ia tengadahkan sebuah cawan yang terbuat dari sebuah batok kelapa yang ia temukan di kolong pasar.. setiap hari di sebuah sudut timur pasar tersebut, siddharta menengadahkan cawannya untuk sekedar mendapat uang guna membeli sebuah roti yang ia gunakan untuk mengganjal perutnya yang meronta, atau terkadang ia membaginya dengan sesame pengemis yang sedang tak beruntung mendapati cawannya menganga kosong..

suatu ketika, ia mendengar kabar tentang seorang pertapa dihutan. Ia seorang yang sakti. Kabar tersebut ia temukan dari temannya sesama pengemis.. siddharta yang telah berbulan bertahun begitu diliputi gairah kegelisahan hidup yang kadang ia baluri dengan kesabarannya kemudian memutuskan untuk menuju hutan, berguru pada pertapa yang disebutkan oleh temannya tadi..
dihutan, ia menemukan beberapa orang sedang duduk bersila dengan tubuh kurus legam, dengan pakaian yang lebih mirip dedaunan hutan yang menempel pada tubuh-tubuh mereka, pekaian mereka habis dimakan derita musim, dimakan panas dingin yang bergantian menjaga hari.

Siddharta muda kemudian mendapati seorang yang lain dari beberapa pertapa tadi, tubuhnya yang lebih tenang dari pohon-pohon pinus. Ia berjaga dengan menggumamkan mantra dari mulut dan matanya. Siddharta kemudian mengajukan maksud untuk berguru pada pertapa tersebut.

Pertapa sakti tersebut melihat gelora kepedihan dan juga bakat yang luar biasa dari mata siddharta. Dengan penuh gembira, pertapa tersebut menerima siddharta sebagai muridnya. Di ujung hari, ketika fajar mekar dengan rona harunya, siddharta memulai hari dengan meminum tetes-tetes embun. Ia berpuasa hari demi hari.. kadang ia hanya memakan umbi atau rerumputan sekali waktu.. di waktu purnama, ia bersama segerombolan anjing liar bersama menatapi malam.. tahun-tahun ia lewati begitu cepat, hingga urat kepedihan hidup adalah tanda yang sangat dapat digunakan untuk orang lain mengenali siddharta ini. pertapaan bertahun menjadikan siddharta menjadi orang yang sakti, ia kadang berjalan tanpa sadar di atas air. Bakat ini memang sudah terlihat oleh guru pertapanya sejak ia melihat siddharta untuk pertama kalinya. Namun kesaktian dan kepedihannya hanya menambah kepongahan jiwa siddharta. Segala yang ia lakukan bukanlah apa yang ia cari selama ini..

Tak menemukan obat dari kepongahan jiwanya, ia keluar dari hutan meninggalkan guru pertapanya, juga laku seorang pertapa. Ia menuju tepian negeri.. berjalan tanpa arah menuju keentahan berusaha menambal kepongahan jiwanya yang pilu, juga merindu pada entah.. kepiluan, kepedihan adalah pakaiannya yang begitu nampak, dari guratan nadinya, dari legam kulitnya, dari kepiluan di matanya..

Disebuah perjalanannya, ia mendapati sebuah sungai yang begitu tenang, namun sesekali tertawa dengan riuhnya. Di samping sungai tersebut siddharta bermaksud mengistirahkan tubuhnya. Sebelum membaringkan tubuhnya, ia membasuh mukanya dari air yang ia ambil dari sungai tersebut. Setelah membasuh wajahnya, ia tegukkan air tersebut melewati kerongkongannya yang sepi dan pilu.. teguk demi teguk mengaliri dirinya.. hingga akhirnya ia kekenyangan dan tertidur disamping sungai..

Berjamjam siddharta tertidur pulas disamping sungai tersebut, entah belaian mana yang membuatnya tak beranjak dari mimpinya.. matahari berkisar, hingga malam pun beranjak dari pelukan langit..

Pagi itu segalanya dimulai dengan wajar, mekar matahari di ufuk timur menumpakan geloranya pada segala yang ia temui.. siddharta yang telah tertidur selama berjamjam bangun seperti matahari. Matanya menunjukkan kedalaman samudera, lengkap dengan geloranya yang ombak. Wajahnya diliputi mekarnya fajar. Ketenangan menjalari tiap darah di nadinya..
Kepongahan dihati siddharta entah hilang kemana, kerinduan yang biasanya mengusik dirinya lebur menjadi cinta yang menyala didadanya.. apa yang ia cari ia temukan begitu saja disebuah tepi sungai,. Sebuah penyingkapan tentang segala, tentang aku kau dan Cinta..

Semenjak saat itu, siddharta membangun sebuah pondok didekat sungai tersebut, pada pagi hari ia menjadi seorang petani sayur mayur, menyiraminya dengan cinta. Pada siang hari terkadanga ada seseorang atau beberapa orang yang mampir di pondoknya untuk mereguk air atau terkadang kebijaksanaan yang menderas langsung dari dadanya..
Musim demi musim, kabar tentang seseorang bijak ditepian negeri merebak beriringan dengan angina yang silih berganti dari timur dan barat.. banyak orang belajar darinya tentang hidup, tentang kebijaknsanaan tentang Cinta.. di pondoknya, disana dihuni beberepa puluh muridnya yang ikut bercocok tanam dan beternak.. tiap panen ia membagikan umbi-umbian kepada orang-orang yang datang kepadanya.. di pagi hari, susu-susu diperah dari peternakan di pondok siddharta untuk dibagikan kepada anak-anak di desa yang tak jauh dari pondoknya.. dimalam hari terkadang siddharta berbincang kepada para muridnya juga para tamu yang berkunjung disebuah taman di pondoknya, mereka tertawa, terdiam dan senyum-senyum mekar dimalam-malam bersama..

siddharta telah mengawali perjalanan spiritualnya dengan jalan cinta, ia tak ingin menjadi raja melainkan menjadi pelayan; dari situlah cinta menuntun dengan ujung jemarinya yang kasat....

"Cinta tanpa kebijaksanaan adalah seorang bocah dengan mata yang menyala-nyala.. ia akan melakukan apasaja yang ia kehendaki, namun Cinta dengan kebijaksanaan adalah seorang pengelana tua buta yang siap menuntun siapa saja menuju jalan kebahagiaan.."

Maka untuk dapat berguna bermanfaat bagi seluruh kehidupan dan semesta, Cinta dan Kebijaksanaan melebur menjadi satu. Dengan kepedihan yang teramat sangat kau akan menemukan kebijaksanaan hingga kepedihan itu hinggap pada dirimu dan kau tanggung dengan tulus, musim demi musim ia akan berganti nama menjadi Cinta.. dari situlah segalanya lahir, aku kau dan segala..

Sumber

No More Leaving




At 
Some point
Your relationship
With God
Will
Become like this:

Next time you meet Him in the forest
Or on a crowded city street

There won't be anymore

"Leaving."

That is,

God will climb into
Your pocket.

You will simply just take

Yourself

Along!
______________
From: 'The Gift' 
Translated by Daniel Ladinsky 


Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate