Telah kita ketahui
 bahwa setiap istri Nabi . itu memiliki suatu kelebihan. Demikian juga 
halnya dengan Juwairiyah yang telah membawa berkah besar bagi kaumnya, 
Banil-Musthaliq. Bagaimana tidak, setelah dia memeluk Islam, 
Banil-Musthaliq mengikrarkan diri menjadi pengikut Nabi . Hal ini pernah
 diungkapkan Aisyah, “Aku tidak mengetahui jika ada seorang wanita yang lebih banyak berkahnya terhadap kaumnya daripada Juwairiyah.”
Juwairiyah
 adalah putri seorang pemimpin Banil-Musthaliq yang bernama al-Harits 
bin Abi Dhiraar yang sangat memusuhi Islam. Rasulullah memerangi mereka 
sehingga banyak kalangan mereka yang terbunuh dan wanita-wanitanya 
menjadi tawanan perang. Di antara tawanan tersebut terdapat Juwairiyah 
yang kemudian memeluk Islam, dan keislamannya itu merupakan awal 
kebaikan bagi kaumnya.
A. Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Juwairiyah
 dilahirkan empat belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Semula 
namanya adalah Burrah, yang kemudian diganti menjadi Juwairiyah. Nama 
lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar bin Habib 
bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, 
al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah 
berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti 
itu. Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang
 pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang paling luas ilrnunya dan paling 
baik budi pekertinya di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan 
seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan.
B. Berada dalam Tawanan Rasulullah
Di
 bawah komando al-Harits bin Abi Dhiraar, orang-orang munaflk berniat 
menghancurkan kaum muslimin. Al-Harits sudah mengetahui kekalahan 
orang-orang Quraisy yang berturut-turut oleh kaum muslimin. Al-Harits 
beranggapan, jika pasukannya berhasil mengalahkan kaum muslimin, mereka 
dapat menjadi penguasa suku-suku Arab setelah kekuasaan bangsa Quraisy. 
Al-Harits menghasut pengikutnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum 
muslimin. Akan tetapi, kabar tentang persiapan penyerangan tersebut 
terdengar oleh Rasulullah, sehingga beliau berinisiatif untuk mendahului
 menyerang mereka. Dalam penyerangan tersebut, Aisyah r.a. turut bersama
 Rasulullah, yang kemudian meriwayatkan pertemuan Rasulullah dengan 
Juwairiyah setelah dia menjadi tawanan. Perang antara pasukan kaum 
muslimin dengan Banil-Musthaliq pun pecah, dan akhirnya dimenangkan oleh
 pasukan muslim. Pemimpin. mereka, al-Harist, melarikan diri, dan 
putriinya, Juwainiyah, tertawan di tangan Tsabit bin Qais al-Anshari. 
Juwairiyah mendatangi Rasulullah dan mengadukan kehinaan dan kemalangan 
yang menimpanya, terutama tentang suaminya yang terbunuh dalam 
peperangan.
Tentang
 Juwairiyah, Aisyah mengemukan cerita sebagaimana yang disebutkan oleh 
Ibnu Saad dalarn Thabaqatnya, “Rasulullah menawan wanita-wanita Bani 
Musthaliq, kemudian beliau menyisihkan seperlima dari antara mereka dan 
membagikannya kepada kaum muslimin. Bagi penunggang kuda mendapat dua 
bagian, dan lelaki yang lain mendapat satu bagian. Juwainiyah jatuh ke 
tangan Tsabit bin Qais bin Samas al-Anshari. Sebelumnya, Juwairiyah 
menikah dengan anak pamannya, yaitu Musafi bin Shafwan bin Malik bin 
Juzaimah, yang tewas dalam pertempuran melawan kaum muslimin. Ketika 
Rasulullah tengah berkumpul denganku, Juwainiyah datang menanyakan 
tentang penjanjian pembebasannya. Aku sangat membencinya ketika dia 
menemui beliau. Kemudian dia benkata, ‘Ya Rasulullah, aku Juwainiyah 
binti al-Harits, pemimpin kaumnya. Sekarang ini aku tengah berada dalam 
kekuasaan Tsabit bin Qais. Dia membebaniku dengan sembilan keping emas, 
padahal aku sangat menginginkan kebebasanku.’ Beliau bertanya, ‘Apakah 
engkau menginginkan sesuatu yang lebih dari itu?’ Dia balik bertanya, 
‘Apakah gerangan itu?’ Beliau menjawab, ‘Aku penuhi permintaanmu dalam 
membayar sembilan keping emas dan aku akan menikahimu.’ Dia menjawab, 
‘Baiklah, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, ‘Aku akan melaksanakannya.’ 
Lalu tersebarlah kabar itu, dan para sahabat Rasulullah . berkata, 
‘Ipar-ipar Rasulullah tidak layak menjadi budak-budak.’ Mereka 
membebaskan tawanan Banil-Musthaliq yang jumlahnya hingga seratus 
keluarga karena perkawinan Juwairiyah dengan Rasulullah. Aku tidak 
pernah menemukan seorang wanita yang lebih banyak memiliki berkah 
daripada Juwairiyah.”
Selain
 itu, Aisyah sangat memperhatikan kecantikan Juwairiyah, dan itulah di 
antaranya yang menyebabkan Rasulullah menawarkan untuk menikahinya. 
Aisyah sangat cemburu dengan keadaan seperti itu. Padahal Rasulullah . 
berbuat baik kepada Juwairiyah bukan semata karena wajahnya yang cantik,
 melainkan karena rasa belas kasih beliau kepadanya. Juwairiyah adalah 
wanita yang ditinggal mati suaminya dan saat itu dia telah menjadi 
tawanan rampasan perang kaum muslimin.
Mendengar
 putrinya berada dalam tawanan kaum muslimin, al-Harits bin Abi Dhiraar 
mengumpulkan puluhan unta dan dibawanya ke Madinah untuk menebus 
putrinya. Sebelum sampai di Madinah dia berpendapat untuk tidak membawa 
seluruh untanya, namun dia hanya membawa dua ekor unta yang terbaik, 
yang kemudian dibawa ke al-Haqiq di bawah pengawasan para pengawalnya. 
Lalu dia pergi ke Madinah dan menemui Rasulullah di masjid. Terdapat dua
 riwayat yang menerangkan pertemuan al-Harits dengan Rasulullah. Dalam 
riwayat pertama, seperti yang diungkapkan Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya, 
dikatakan bahwa Rasulullah menyerahkan keputusan kepada Juwairiyah.
Juwairiyah
 berkata, “Aku telah memilih Rasulullah ..” Ayahnya berkata, “Demi 
Allah, kau telah menghinakan kami.” Dalam riwayat kedua seperti yang 
disebutkan Ibnu Hisyam bahwa al-Harits menemui Rasulullah dan berkata, 
“Ya Muhammad, engkau telah menawan putriku. Ini adalah tebusan untuk 
kebebasannya.” Rasulullah menjawab, “Di manakah kedua unta yang engkau 
sembunyikan di al-Haqiq? Di tempat anu dan anu?” Al-Harits menjawab, 
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusanNya. 
Tiada yang mengetahui hal itu selain Allah.” Al-Harits memeluk Islam dan
 diikuti sebagian kaumnya. Rasulullah . meminang Juwairiyah dengan mas 
kawin 400 dirham.
C. Berada di Rumah Rasulullah
Ketika
 Juwairiyah menikah dengan Rasulullah, beliau mengubah namanya, yang 
asalnya Burrah menjadi Juwairiyah, sebagaimana disebutkan dalam 
Thabaqat-nya Ibnu Saad, “Nama Juwainiyah binti al-Harits merupakan 
perubahan dan Burrah. Rasulullah . menggantinya menjadi Juwairiyah, 
karena khawatir disebut bahwa beliau keluar dan rumah burrah.”
Juwairiyah
 telah memeluk Islam dan keimanan di hatinya telah kuat. Semata-mata dia
 mengikhlaskan diri untuk Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas banyak 
meriwayatkan shalat dan ibadahnya, di antaranya, “Ketika itu Rasulullah 
hendak melakukan shalat fajar dan keluar dan tempatnya. Setelah shalat 
fajar dan duduk hingga matahani meninggi, beliau pulang, sementara 
Juwairiyah tetap dalam shalatnya. Juwairiah berkata, ‘Aku tetap giat 
shalat setelahmu, ya Rasulullah.’ Nabi bersabda, ‘Aku akan mengatakan 
sebuah kalimat setelahmu. Jika engkau kenjakan, niscaya akan lebih berat
 dalarn timbangan, ‘Maha Suci Allah, sebanyak yang Dia ciptakan. Maha 
Suci Allah Penghias Arasy-Nya. Maha Suci Allah, unsur seluruh 
kalimat-Nya.”
Setelah
 Rasulullah . meninggal dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta 
memperbanyak ibadah dan bersedekah di jalan Allah dengan harta yang 
diterimanya dari Baitul-Mal. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan 
dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri, tidak berpihak ke mana pun.
D. Saat Wafatnya
Juwairiyah
 wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pada usianya 
yang keenam puluh. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan 
istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah rela kepadanya dan kepada
 semua istri Rasulullah .
Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
(Dinukil dari buku Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh}
–ooOoo–
No comments:
Post a Comment