Hafshah binti Umar bin Khaththab
 adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak 
Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa yang
 adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah . 
dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih beliau kepada mukminah yang 
telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah 
as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, 
kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya
 meninggal, dengan perasaan sedih, Urnar menghadap Rasulullah untuk 
mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah berusia 
delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah memberinya 
kabar gembira dengan mengatakan bahwa beliau bersedia menikahi Hafshah.
Jika
 kita menyebut narna Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada 
jasa-jasanya yang besar terhadap kaum muslimin saat itu. Dialah istri 
Nabi yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada 
kulit, tulang, dan pelepah kurma, hingga kemudian menjadi sebuah kitab 
yang sangat agung.
Nasab dan Masa Petumbuhannya
Nama
 lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf’al bin 
Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay 
dari suku Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zainab binti Madh’un bin Hubaib 
bin Wahab bin Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh’un. Hafshah 
dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy, 
yaitu ketika Rasullullah . memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula 
setelah Ka’bah dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun 
itu juga dilahirkan Fathimah az-Zahra, putri bungsu Rasulullah dari 
empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh beliau. Beberapa 
hari setelah Fathimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin Khaththab. 
Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi wanita, Umar sangat berang dan 
resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab Quraisy ketika mendengar 
berita kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka menganggap bahwa 
kelahiran anak perempuan telah membawa aib bagi keluarga. Padahal jika 
saja ketika itu Umar tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan membawa
 keberuntungan, tentu Umar akan menjadi orang yang paling bahagia, 
karena anak yang dinamai Hafshah itu kelak menjadi istri Rasulullah. Di 
dalam Thabaqat, Ibnu Saad berkata, “Muhammad bin Umar berkata bahwa 
Muhammad bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, Umar 
mengatakan, ‘Hafshah dilahirkan pada saat orang Quraisy membangun 
Ka’bah, lima tahun sebe1um Nabi diutus menjadi Rasul.”
Sayyidah
 Hafshah r.a. dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Urnar bin 
Khaththab. Dalarn soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain, 
kepribadiannya kuat dan ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat 
Hafshah sarna dengan ayahnya. Kelebihan lain yang dirniliki Hafshah 
adalah kepandaiannva dalarn rnernbaca dan menulis, padahal ketika itu 
kernampuan tersebut belum lazirn dirniliki oleh kaurn perempuan.
Memeluk Islam
Hafshah
 tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam, karena
 ketika awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Urnar bin Khaththab, masih 
menjadi musuh utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk 
masuk Islam. Ketika suatu waktu Umar mcngetahui keislarnan saudara 
perernpuannya, Fathimah dan suarninya Said bin Zaid, dia sangat marah 
dan berniat menyiksa mereka. Sesampainya di rumah saudara perempuannya, 
Umar mendengar bacaan Al-Qur’an yang mengalun dan dalam rumah, dan 
memuncaklah amarahnya ketika dia memasuki rumah tersebut. Tanpa ampun 
dia menampar mereka hingga darah mengucur dari kening keduanya. Akan 
tetapi, hal yang tidak terduga terjadi, hati Umar tersentuh ketika 
meihat darah mengucur dari dahi adiknya, kernudian diarnbilnyalah Al 
Qur’an yang ada pada mereka. Ketika selintas dia membaca awal surat 
Thaha, terjadilah keajaiban. Hati Umar mulai diterangi cahaya kebenaran 
dan keimanan. Allah telah mengabulkan doa Nabi . yang mengharapkan agar 
Allah membuka hati salah seorang dari dua Umar kepada Islam. Yang 
dimaksud Rasulullah dengan dua Umar adalah Amr bin Hisyam atau lebih 
dikenal dengan Abu Jahl dan Umar bin Khaththab.
Setelah
 kejadian itu, dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan 
menyatakan keislaman di hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan 
bintang yang mulai menerangi dunia Islam serta mulai mengibarkan bendera
 jihad dan dakwah hingga beberapa tahun setelah Rasulullah wafat. 
Setelah menyatakan keislaman, Umar bin Khaththab segera menemui sanak 
keluarganya untuk mengajak mereka memeluk Islam. Seluruh anggota 
keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di dalamnya Hafshah yang ketika 
itu baru berusia sepuluh tahun.
Menikah dan Hijrah ke Madinah
Keislaman
 Umar membawa keberuntungan yang sangat besar bagi kaum muslimin dalam 
menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar keislaman Umar ini mernotivasi 
para muhajirin yang berada di Habasyah untuk kembali ke tanah asal 
rnereka setelah sekian larna ditinggalkan. Di antara mereka yang kembali
 itu terdapat seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahami. 
Pemuda itu sangat mencintai Rasulullah sebagaimana dia pun mencintai 
keluarga dan kampung halamannya. Dia hijrah ke Habasyah untuk 
rnenyelamatkan diri dan agamanya. Setibanya di Mekah, dia segera 
mengunjungi Umar bin Khaththab, dan di sana dia melihat Hafshah. Dia 
meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan Umar pun 
merestuinya. Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun 
berlangsung. Rumah tangga mereka sangat berbahagia karena dilandasi 
keirnanan dan ketakwaan.
Ketika
 Allah menerangi penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah . 
menernukan sandaran baru yang dapat membantu kaum muslimin. Karena 
itulah beliau mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib untuk menjaga 
akidah mereka sekaligus menjaga mereka dan penyiksaan dan kezaliman kaum
 Quraisy. Dalam hijrah ini, Hafshah dan suaminya ikut serta ke Yatsrib.
Cobaan dan Ganjaran
Setelah
 kaum muslirnin berada di Madinah dan Rasulullah . berhasil menyatukan 
mereka dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi mereka untuk 
menghadapi orang musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak mereka. 
Selain itu, perintah Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik 
sudah tiba.
Peperangan
 pertarna antara umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang 
Badar. Dalam peperangan ini, Allah telah menunjukkan kemenangan bagi 
harnba- hamba-Nya yang ikhlas sekalipun jumlah mereka masih sedikit. 
Khunais termasuk salah seorang anggota pasukan muslimin, dan dia 
mengalami luka yang cukup parah sekembalinya dari peperangan tersebut. 
Hafshah senantiasa berada di sisinya dan mengobati luka yang 
dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais sebagai syahid 
dalam peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman, sehingga 
Hafshah menjadi janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas tahun,
 namun Hafshah telah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.
Umar
 sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat 
muda, sehingga dalam hatinya terbetik niat untuk menikahkan Hafshah 
dengan seorang muslim yang saleh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu 
dia pergi ke rumah Abu Bakar dan merninta kesediaannya untuk menikahi 
putrinya. Akan tetapi, Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikit pun. 
Kemudian Umar menemui Utsman bin Affan dan meminta kesediaannya untuk 
menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman masih berada dalam 
kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru meninggal. 
Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya, 
Uman sangat kecewa, dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib 
putrinya. Kemudian dia menemui Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap
 kedua sahabatnya. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah . bersabda, 
“Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman 
dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik 
daripada Hafshah.” Semula Umar tidak memahami maksud ucapan Rasulullah, 
tetapi karena kecerdasan akalnya, dia kemudian memahami bahwa Rasulullah
 yang akan meminang putrinya.
Umar
 merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi 
putrinya, dan kegernbiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menernui 
Abu Bakar untuk mengutarakan maksud Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku 
tidak bermaksud menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa 
Rasulullah telah rnenyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin 
membuka rahasia beliau kepadamu. Seandainya Rasulullah membiarkannya, 
tentu akulah yang akan menikahi Hafshah.” Umar baru memahami mengapa Abu
 Bakar menolak menikahi putrinya. Sedangkan sikap Utsman hanya karena 
sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia bermaksud menyunting saudaranya,
 Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung dengan 
Rasulullah. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki 
dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah
 lebih dianggap sebagai penghargaan beliau terhadap Umar, di samping 
juga karena Hafshah adalah seorang janda seorang mujahid dan muhajir, 
Khunais bin Hudzafah as-Sahami.
Berada di Rumah Rasulullah
Di
 rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah 
binti Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat
 mencemburui Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti 
Zum’ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin 
Khaththab, sahabat Rasulullah yang terhormat.
Umar
 memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia 
pun rnengetahui bahwa orang yang rnenyebabkan kemarahan Aisyah sama 
halnya dengan menyebabkan kemarahan Rasulullah, dan yang ridha terhadap 
Aisyah berarti ridha terhadap Rasulullah. Karena itu Umar berpesan 
kepada putrinya agar berusaha dekat dengan Aisyah dan mcncintainya. 
Selain itu, Umar meminta agar Hafshah rnenjaga tindak-tanduknya sehingga
 di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan. Akan tetapi, mcmang
 sangat manusiawi jika di antara mereka rnasih saja terjadi 
kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada 
Rasulullab . mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara 
istri – istrinya. Salah satu contoh adalah kejadian ketika Hafshah 
melihat Mariyah al-Qibtiyah datang rnenemui Nabi dalam suatu urusan. 
Mariyah berada jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke 
dalarn rumah Hafshah yang ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya, dia 
melihat tabir karnar tidurnya tertutup, sementara Rasulullah dan Mariyah
 berada di dalamnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak. 
Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha membujuk dan 
meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah rnengharamkan Mariyah 
baginya kalau Mariyah tidak merninta maaf pada Hafshah, dan Nabi meminta
 agar Hafshah rnerahasiakan kejadian tersebut.
Merupakan
 hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah merasa cemburu terhadap 
Mariyah, karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra 
Rasulullah setelah Siti Khadijah r.a.. Kejadian itu segera menyebar, 
padahal Rasulullah  telah memerintahkan untuk menutupi 
rahasia tersebut. Berita itu akhirnya diketahui oleh Rasulullah sehingga
 beliau sangat marah. Sebagian riwayat mengatakan bahwa setelah kejadian
 tersebut, Rasulullah . menceraikan Hafshah, namun beberapa saat 
kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah Hafshah, Umar, 
sangat resah. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah 
bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan 
maksud memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai 
istrinya karena dia adalah wanita yang berpendirian teguh. Rasulullah 
pun mempertahankan Hafshah sebagai istrinya, terlebih karena tersebut 
Hafshah sangat menyesali perbuatannya dengan membuka rahasia dan 
memurkakan Rasulullah .
Umar
 bin Khaththab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan 
amarah Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau.
 Umar bin Khaththab meletakkan keridhaan Rasulullah . pada tempat 
terpenting yang harus dilakukan oleh Hafshah. Pada dasarnya, Rasulullah 
menikahi Hafshah karena memandang keberadaan Umar dan merasa kasihan 
terhadap Hafshah yang ditinggalkan suaminya. Allah menurunkan ayat 
berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang tersebar.
“Hai
 Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah menghalalkannya 
bagimu,- kamu mencari kesenangan hati istri -istrimu? Dan Allah Maha 
Pengampun lagi Maha Penyayang Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada
 kamu sekalian membebaskan diri dan sumpahmu; dan Allah adalah 
pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah 
ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dan 
istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) 
menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal 
itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad 
lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberiitakan Allah 
kepadanya) dan rnenyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka
 tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan 
Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal 
ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah 
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu berdua bertobat 
kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk 
menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan 
Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu pula) Jibril 
dan orang-orang mukrnin yang haik; dan selain dan itu malaikat-malaikat 
adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya
 akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik 
daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang 
mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (Qs. At-Tahrim:1-5)
Cobaan Besar
Hafshah
 senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai rnasalah, dan hal 
itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah . 
senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih 
sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan 
baik.” Rasulullah . pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika 
mereka meminta tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah
 Rasulullah. Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih, 
sepertinya telah terjadi perselisihan antara mereka dengan Rasulullah. 
Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya 
untuk menjauhi perilaku yang dapat membangkitkan amarah beliau dan 
menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak harta untuk diberikan 
kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah untuk tidak 
berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka 
menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak 
menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah  berfirman,
“Hai
 Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki 
kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan 
memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. 
Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta 
(kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan 
bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar. “ (QS. 
Al-Ahzab)
Rasulullah
 . menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang 
disebut khazanah, dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu 
kamar.
Setelah
 kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah . telah
 menceraikan istri-jstri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah 
Urnar bin Khaththab, sehingga dia segera rnenemui putrinya yang sedang 
menangis. Urnar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” 
Dengan terisak Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau
 telah menceraikanmu sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau 
menceraikanmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara dengan mu 
selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali kelalaiannya terhadap 
suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah . menyendiri, belum 
ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau menceraikan 
istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi 
khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang rnenyendiri. Sekarang ini 
Umar menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya 
kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping
 memang ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang 
menjadi penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari 
beliau walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan 
menceraikan istri – istri beliau. Dan memang benar, Rasulullah . tidak 
akan menceraikan istri-istri beliau sehingga Umar meminta izin untuk 
mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar pergi ke masjid
 dan mengabarkan bahwa Rasulullah . tidak menceraikan istri-istri 
beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang 
lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.
Setelah
 genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada
 mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka 
kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau 
rnengurnumkan penyesalan mereka kepada kaurn muslimin. Hafshah dapat 
dikatakan sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia 
mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya 
sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah memperbanyak ibadah, terutama 
puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah 
Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Urnar, dia
 mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian 
timur maupun barat.
Hafshah
 merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu 
Lu’luah. Dia hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu 
terjadi fitnah besar antar muslirnin yang menuntut balas atas kematian 
Khalifah Utsman hingga masa pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai 
khalifah. Ketika itu, Hafshah berada pada kubu Aisyah sebagaimana yang 
diungkapkannya, “Pendapatku adalah sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan 
tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan orang yang menyatakan diri 
berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah bin 
Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan
 ba’iat.
Tentang
 wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah 
wafat pada tahun ke empat puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah 
bin Abu Sufyan. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan 
istri-istri Nabi yang lain.
Pemilik Mushaf yang Pertama
Karya
 besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya A1-Qur’an di tangannya 
setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istrii Nabi . 
yang pandai membaca dan menulis. Pada masa Rasul, A1-Qur’an terjaga di 
dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada 
pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu 
kitab khusus.
Pada
 masa khalifah Abu Bakar, para penghafal A1-Qur’an banyak yang gugur 
dalam peperangan Riddah (peperangan rnelawan kaum murtad). Kondisi 
seperti itu mendorong Umar bin Khaththab untuk mendesak Abu Bakar agar 
mengumpulkan Al-Qur’an yang tercecer. Awalnya Abu Bakar merasa khawatir 
kalau mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang
 mengada-ada karena pada zaman Rasul hal itu tidak pernah dilakukan. 
Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu bakar akhirnya memerintah Hafshah 
untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus menyimpan dan memeliharanya. 
Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal.
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Hafshah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Sumber: buku Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh
–ooOoo–
No comments:
Post a Comment