TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

Berterimakasihlah

Oleh: Candra Malik

Cara seseorang berterimakasih menunjukkan caranya menerima kasih. Ucapan menunjukkan adab dan perilaku menunjukkan ilmu. Dan siapa yang menjaga dirinya dari tinggi hati, niscaya ia akan selamat dari tiga penyakit hati yang paling mematikan; yaitu takabur, ujub, dan riya'. Takabur adalah sombong, ujub adalah angkuh, riya' adalah pamer. Menurut Rasulullah Muhammad SAW, senoktah sombong saja cukup untuk mengantarkan manusia ke neraka. Na'udzu bi 'l-laahi min dzalik.

Seringkali kita lupa berterimakasih, apalagi jika merasa kitalah yang paling hebat dan berjasa di antara yang lain. Seolah-olah jika tidak ada kita, maka kegagalanlah yang akan terjadi. Allah bahkan tidak masuk dalam daftar faktor keberhasilan jika kita berprestasi. Seakan-akan hal-hal mengenai kesuksesan adalah hasil jerih payah dan daya upaya sendiri. Allah baru diletakkan di urutan kesatu ketika kita sedih, takut, khawatir, panik, sakit, kehilangan harapan, dan gagal. NamaNya disebut-sebut.

Manusia suka lupa dan lalai, lantas berbantah dan berdebat. Terlebih jika didera sesuatu yang dianggapnya musibah, manusia gemar sekali memertanyakan keberadaan Tuhan. Allah dipersalahkan saat mengalami kesusahan, dengan tuduhan tunggal: tidak hadir ketika dibutuhkan. Namun, ketika keadaan baik-baik saja, apalagi sewaktu mencapai puncak gemerlap, kita lalai menyebutNya. Kita bahkan lupa betapa kehadiran Allah penentu segala keberhasilan itu. Betapa sering kita kelewat batas seperti itu.

Padahal, biji kesombongan adalah benih penyakit hati yang menjelma benalu yang sangat cepat menjalar. Jika iman serupa pohon, tawadhu atau kerendahanhati adalah benih terbaik. Ia ditanam dalam-dalam dan tak ditonjol-tonjolkan. Ketika tumbuh, tawadhu membesar sebagai pohon kehambaan dengan akar menghujam ke dasar bumi dan batang menjulang ke atap langit. Dengan tawadhu-lah, kalimatu 't-thayyibah "laa ilaaha illa 'l-lah Muhammad Rasula 'l-lah" menjadi galih atau lingkar terdalam pohon.

Siapa yang pandai berterimakasih, ia pasti pandai meminta maaf dan memberi maaf. Salah satu dari ciri-ciri manusia yang telah diampuni dosa-dosanya oleh Allah adalah ia ringan meminta maaf dan tidak berat memaafkan. Ia sadar bahwa ia tidak bisa hidup sendiri. Oleh karena itulah, ia pandai berterimakasih atas peran orang lain dalam kehidupannya. Pun ia pandai meminta maaf atas segala kekurangan dan kesalahannya dan pandai pula memaafkan kekurangan dan kesalahan orang lain.

Dalam kehidupan berpasangan, jika mengetahui keburukan kekasihnya, orang baik akan menjadikan dirinya sebagai kebaikan bagi kekasihnya itu. Mendapati kekurangan kekasihnya, ia akan memosisikan diri sebagai kelebihan. Saling mengisi dan saling mengerti. Saling memaafkan satu sama lain dan saling berterimakasih. Bukan justru menjelek-jelekkan dan mengungkit kesalahan, merasa diri paling benar, dan tidak menghargai peran sesama. Siapa menebar benci, ia menyesali itu kelak suatu hari.

Berbuat baik adalah satu-satunya perlombaan yang Allah perintahkan, yaitu fastabiqu 'l-khairat. Sebaik-baik manusia adalah ia yang memberi manfaat bagi sesama. Siapa yang menjadi yang terbaik pun masih perlu belajar untuk menjadi lebih baik. Tak ada puncak kebaikan. Dalam hidup, tiap manusia terus-menerus mendaki gunung kebaikan itu dan tak ada yang menyentuh puncaknya. Oleh karena itulah, mawas diri menjadi bekal yang tepat dalam perjalanan tiada akhir ini. Dan, jadilah kawan seperjalanan.

Kelak, ketika hari akhir telah tiba, Allah yang Maha Baik menunjukkan kebaikanNya. Bukan ilmu dan amal ibadah yang memasukkan kita ke surga atau menyelamatkan dari neraka, tapi semata-mata berkat rahmat Allah. Siapa yang menjadikan pahala sebagai tujuan, ia akan tahu betapa sifat tulus dan sikap rela itu lebih baik. Tak berhitung dengan amal ibadah, pun tidak mempertanyakan anugerahNya. Seperti sabda Rasul SAW, doa terbaik itu berterimakasih dan memuji keagunganNya. []

Candra Malik, praktisi Tasawuf

Imam Muslim (wafat 271 H)

Nama Lengkapnya adalah Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi (Bani Qusyair adalah sebuah kabilah Arab yang cukup dikenal) an-Naisaburi. Seorang imam besar dan penghapal hadits yang ternama. Ia lahir di Naisabur pada tahun 204 H. Para ulama sepakat atas keimamannya dalam hadits dan kedalaman pengetahuan nya tentang periwayatan hadits
Ia mempelajari hadits sejak kecil dan bepergian untuk mencarinya keberbagai kota besar. Di Khurasan ia mendenganr hadits dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih dan lain lain. Di Ray ia mendengar dari Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan dan lainnya, Di Hijaz ia mendengar hadits dari Sa’id bin Manshur, Abu Mash’ab dan lainnya, Di Iraq ia mendengar dari Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Muslimah dan lainnya, Di Mesir ia mendengar hadits dari Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahyah dan beberapa lainnya.
Lantaran hubungan mempelajari hadits al-Bukhary, ia meninggalkan guru gurunya seperti: Muhammad ibn Yahya adz Dzuhaly.
Adapun yang meriwayatkan darinya diantaranya: At Tirmidzi, Abu Hatim, ar Razi, Ahmad bin Salamah, Musa bin Harun, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mukhallad, Abu Awanah Ya’kub bin Ishaq al Isfira’ini, Muhammad bin Abdul Wahab al-Farra’, Ali bin Husain bin Muhammad bin Sufyan, yang terakhir ini adalah perawi Shahih Muslim.
Banyak sekali ulama hadits memujinya, Ahmad bin Salama berkata:” Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukan Muslim atas orang lain dalam bidang mengetahui hadits shahih.”.
Imam Muslim banyak menulis kitab diantaranya:kitab Shahihnya, kitab Al-Ilal, kitab Auham al-Muhadditsin, kitab Man Laisa lahu illa Rawin Wahid, kitab Thabaqat at-Tabi’in, kitab Al Mukhadlramin, kitab Al-Musnad al-Kabir ‘ala Asma’ ar-Rijal dan kitab Al-Jami’ al-Kabir ‘alal abwab.
Bersama Shahih Bukhari, Shahih Muslim merupakan kitab paling shahih sesudah Al-Quran. Umat menyebut kedua kitab shahih tersebut dengan baik. Namun kebanyakan berpendapat bahwa diantara kedua kitabnya, kitab Al-Bukhari lebih Shahih.
Imam Muslim sangat bangga dengan kitab shahihnya, mengingat jerih payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya. Ia meyusunnya dari 300.000 hadits yang ia dengar, oleh karena itu ia berkata:” Andaikata para ahli hadits selama 200 tahun menulis hadits, maka porosnya adalah al-Musnad ini (yakni kitab shahihnya)”.
Ia wafat di Naisabur pada tahun 271 H dalam usia 55 tahun.

Disalin dari Biografi Imam Muslim dalam Tadzkirat al-Huffadh 2/150, Tahdzib al-Asma’ An-Nawawi 10/126

Ibnu Qutaibah (wafat 236 H)

Nama sebenarnya adalah Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah ad Dainury, ia seorang ahli lughah yang terkenal.
Beliau menerima hadits dari Ishaq bin Rahawaih, Abu Ishaq Ibrahim Aziyady, Abu Hatim as Sijistany. Hadits haditsnya diriwayatkan oleh anaknya Ja’far Ahmad al Faqih, dan diantara orang yang mengeluarkan hadits dari Ibnu Qutaibah adalah Ibnu Dusturih al Farisy.
Ia banyak mengarang kitab yang bermanfaat diantaranya adalah kitab Gharibul Quran, Gharibul Hadits, Uyunul Akhbar, Musykilul Quran, Musykilul Hadits, Kitab I’rabil quranal Ma’arif dan adabul katab.
Ibnu Taimiyyah berkata,” Ibnu Qutaibah seorang ulama yang cenderung kepada mazhab ahmad bin Ishaq, ia seorang juru bicara ahli hadist”.
Adz Dzahaby berkata,” Ibnu Qutaibah seorang yang banyak kitabnya, seorang yang diterima riwayatnya, tetapi sedikit dalam meriwayatkan hadits”.
Ia wafat pada bulan Rajab tahun 236 H

Disalin dari Riwayat Ibnu Qutaibah dalam Tarikh Ibnu Katsir no 11:100

Ibnu Rahawaih (wafat 238 H)

Nama sebenarnya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhalad bin Ibrahim Abu Ya’qub al Hamdhaly al Marwazy yang terkenal dengan nama Ishaq Ibnu Rahawaih. Ia dilahirkan pada tahun 161 H, Ia seorang Imam dan Ulama yang sangat terkenal dan ia mempunyai kedudukan yang tinggi dalam bidang hadits dan dalam bidang fiqh. Ia melakukan perjalanan ke Iraq, Hijaz, Yaman dan Syam untuk mencari hadits.
Ia meriwayatkan hadits dari pada Jabir bin Abdul Hamid ar Razy, Ismail bin Umaiyah, Sufyan bin Uyainah, Wakie’ bin Jarrah, Waqiyah bin al Walid, Abdurahman bin Humam, An Nadhar bin Syumaildan yang lainnya.
Hadits haditsnya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail, Al Bukhary, Muslim bin Hajjaj an Naisabury, Ahmad bin Salamah, dan yang lainnya.
Diantara guru gurunya yang mengeluarkan hadits dari padanya adalah Yahyah ibn Adam dan Waqiyah bin Walied, dan diantara teman temannya adalah Ahmad bin Hambal.
Abu Dawud berkata,” Ibnu Rahawaih mendikte untuk kami 11.000 hadits dari hapalannya, kemudian diulangi lagi dikte itu persis sama yang telah didiktekan sebelumnya, tanpah bertambah satu haraf dan berkurang satu haraf”.
Abu Hatim ar Razy berkata,” Sungguh mengherankan keteguhan hapalan Ishaq bin Rahawaih dan hapalannya terpelihara dari kesalahan kesalahan”.
Ia wafat pada tahun 238 H dalam usia 77 tahun.

Disalin dari Biografi Ibnu Rahawaih dalam Tarikh Baghdad karya al Khatib no 6: 345

Ali bin al-Madiny (Wafat 234 H)

Namanya adalah Ali bin al-Madiny seorang imam hadits terkemuka yang dapat memasuki segala pintu ilmu hadist, istimewanya pintu ilmu Rijal dan ‘ilal.
Beliau telah menyusun banyak kitab yang belum pernah ada dan sukar ditandingi oleh ulama ulama yang datang sesudahnya, karena itu beliau sangat dipuji dan dihargai oleh para ulama.
Sufyan bin Uyainah berkata,” Demi Allah, aku belajar dari ali lebih banyak dari pada dia belajar kepadaku”.
Abi Hatim berkata,” Ibnu Madiny seorang ulama besar dalam mema’rifati hadist dan illat illatnya.”
Al Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits menyebutkan sejumlah karangan ibn Madiny yang membuktikan bahwa beliau ini sangat luas ilmunya dalam bidang Ulumul hadits.
Diantara kitab kitabnya adlah Kitabu Madzhabibil Muhadditsin dan kita Al-‘Ilal al-Mutafarriqah yang terdiri dari 30 Juz dan kita Ikhtilaful hadist yang terdiri dari 5 juz.
Al-Hakim berkata,” Sebagian dari karangan Ali bin al Madiny yang menunjukan kepada keluasan ilmunya dalam bidang hadist, ialah kitab al-Asmau wal Kuna, Kitab adldlu’afa, Kitab al-Mudallisin, Kitab at Thabaqat, ‘Ilalul Musnad, Ilal Hadiits Ibn Uyainah. Kesemuanya itu menunjukan kepada ketinggian Ilmunya.
Ia wafat pada tahun 234 H di Samari.

Disalin dari Biografi Ali bin al-Madiny dalam Tahdzibul Asma an Nawawi 1/350, Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii 323

Yahya bin Ma’in (wafat 223 H)

Namanya Yahya bin Ma’in, ia seorang tokoh hadits yang empat yang berilmu luas dalam bidang hadits, tokoh yang empat itu adalah Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Ali bin al Madiny dan Abu Bakar bin Syaibah.
Yahya bin Ma’in belajar hadits dari ibn Mubarak , Ibnu Juraij, Ibn Madiny, Ibnu Uyainah, Wakie’ dan lainnya.
Semua ulama hadits mengakui ketinggian ilmu beliau dalam bidang hadits, istimewa dalam bidang Jarah dan Ta’dil. Ia sangat bersungguh sunguh dalam meneliti para perawi hadits.
Ibnu Madiny berkata,” Belum pernah saya melihat diantara para ulama, orang seperti Yahya”.
sedangkan Al Hakim menggolongkan beliau ini ke dalam fuhaqa muhadditsin.
Ia wafat di Madinah pada tahun 223 H dan dimakamkan di Baqi.

Disalin dari Biografi Yahya bin Ma’in dalamTahdzibul Asma an Nawawi 1/350, Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii 322

Imam Ahmad Bin Hambal

Nama dan Nasab:
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang komandan pasukan di Khurasan di bawah kendali Dinasti Abbasiyah. Kakeknya mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti Abbasiyah menjadi da’i yang kritis.

Kelahiran Beliau:
Beliau dilahirkan di kota Baghdad pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 Hijriyah. Beliau tumbuh besar di bawah asuhan kasih sayang ibunya, karena bapaknya meninggal dunia saat beliau masih berumur belia, tiga tahun. Meski beliau anak yatim, namun ibunya dengan sabar dan ulet memperhatian pendidikannya hingga beliau menjadi anak yang sangat cinta kepada ilmu dan ulama karena itulah beliau kerap menghadiri majlis ilmu di kota kelahirannya.

Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula.

Keadaan fisik beliau:
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Beliau senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain.
Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”

Keluarga beliau:
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Beliau melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.

Kecerdasan beliau:
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Beliau masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.

Pujian Ulama terhadap beliau:
Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”.
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.

Kezuhudannya:
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.

Tekunnya dalam ibadah
Abdullah bin Ahmad berkata, “Bapakku mengerjakan shalat dalam sehari-semalam tiga ratus raka’at, setelah beliau sakit dan tidak mampu mengerjakan shalat seperti itu, beliau mengerjakan shalat seratus lima puluh raka’at.

Wara’ dan menjaga harga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya.

Tawadhu’ dengan kebaikannya:
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”.
Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”

Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdirrazzak”.

Hati-hati dalam berfatwa:
Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits?” beliau menjawab. “Saya harap demikian”.

Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik”.

Masa Fitnah:
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanyarkalian namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Beliau mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.

Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!

Guru-guru Beliau
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1. Ismail bin Ja’far
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky
3. Umari bin Abdillah bin Khalid
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
5. Imam Asy-Syafi’i.
6. Waki’ bin Jarrah.
7. Ismail bin Ulayyah.
8. Sufyan bin ‘Uyainah
9. Abdurrazaq
10. Ibrahim bin Ma’qil.

Murid-murid Beliau:
Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah:
1. Imam Bukhari.
2. Muslim
3. Abu Daud
4. Nasai
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
7. Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya.
8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
11. dan lain-lainnya.

Wafat beliau:
Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.

Karya beliau sangat banyak, di antaranya:
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini hilang”.
3. Kitab Az-Zuhud
4. Kitab Fadhail Ahlil Bait
5. Kitab Jawabatul Qur’an
6. Kitab Al Imaan
7. Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
8. Kitab Al Asyribah
9. Kitab Al Faraidh
Terlalu sempit lembaran kertas untuk menampung indahnya kehidupan sang Imam. Sungguh sangat terbatas ungkapan dan uraian untuk bisa memaparkan kilauan cahaya yang memancar dari kemulian jiwanya. Perjalanan hidup orang yang meneladai panutan manusia dengan sempurna, cukuplah itu sebagai cermin bagi kita, yang sering membanggakannya namun jauh darinya.

Dikumpulkan dan diterjemahkan dari kitab Siyar A’lamun Nubala
Karya Al Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah
Sumber: Majalah As Salam

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate