TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

TEMPAT FAVORIT NONGKRONG NGOPI DAN BENGKEL MOBIL NISSAN RECOMMENDED DI KOTA JOGJA



Teman – teman pasti memiliki tempat favorit yang bisa direkomendasikan ke teman – teman yang lain, rekomendasi biasanya memiliki keunggulan yang kadang tidak disadari oleh orang lain, baik itu karena pelayanan nya maupun rasa persaudaraan nya juga. Kali ini saya akan merekomendasikan 2 tempat yang saya anggap favorit selama ini, baik warung kopi yang lokasi nya sangat nyaman sekali dan bengkel yang selalu merawat kendaraan yang selama ini menemani saya dalam perjalanan kehidupan ini.

Simak video sampai selesai, jangan lupa like, comment, share dan Subscribe, semoga bermanfaat.

Etos Salafi

kitab-kuning-etos-salafi
Konon, ilmu tidak dapat merubah watak, alih-alih justru memperkuat ekspresinya. Sebuah hikayat menceritakan perdebatan antara Luqman Al Hakim dengan rajanya tentangthabi’ah (watak) dantarbiyyah (pendidikan): mana yang lebih kuat? Luqman berpendapatthabi’ah lebih kuat, Raja sebaliknya.
Barangkali karena kalah ahli, Raja merasa mustahil memenangkan perdebatan itu hanya dengan kata-kata. Maka ia minta waktu beberapa bulan untuk menghadirkan bukti nyata kebenaran pendapatnya.
Tenggang waktu itu dipergunakan untuk melatih sekumpulan anak kucing secara rahasia. Pada akhir tenggatnya, Raja mengundang Luqman untuk menyaksikan pembuktian dalam sebuah perjamuan makan. Raja tidak menyadari bahwa Luqman telah memperoleh info tentang kucing-kucing itu dan datang ke perjamuan dengan berbekal persiapannya sendiri.
Para tamu undangan hadir dengan gairah ingin menyaksikan siasat Sang Raja menekuk Luqman Si Bijak. Maka Raja pun memberi tanda. Dan keluarlah seregu kucing berbusana layaknya para pelayan istana. Mereka berjalan diatas dua kaki dan berbaris rapi. Tangan-tanggan… maaf… kaki-kaki depan mereka masing-masing menyangga nampan berisi hidangan ikan berbagai rasa. Kucing-kucing itu begerak lucu tapi tenang, meletakkan nampan-nampan ke atas meja tanpa sedikit pun keliahatan tertarik menyentuh ikannya.
Dan Sang Raja tersenyum puas sekali,
“Lihat! Pendidikanku telah merubah watak kucing-kucing itu!”
Tapi Luqman sama sekali tidak tampak grogi.
“Benarkan?” ia berujar santai. Lalu merogoh saku dan mengeluarkan senjata rahasianya: seekor tikus!
Ia lepas tikus itu ke tengah ruangan dan kucing-kucing pun berserabutan mengejarnya. Lupa berjalan seperti manusia. Lupa busana dan disiplin pelayan istana. Tak perduli sama sekali pada tamu-tamu, bahkan pada Sang Raja tuan mereka!
Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai Bisri Syansuri sama-sama muridnya Kyai Hasyim Asy’ari. Boleh dikata ilmu mereka sama dan mereka pun beriparan pula. Tapi pendapat mereka tentang segala hal, terutama syari’at, senantiasa berbeda. Kyai Wahab ajarannya ringan-ringan, Kyai Bisri menekankan kehati-hatian.
Lebih ajaib dari merka adalah Kyai Bisri Mustofa dan adiknya, Kyai Misbah Mustofa. Dua bersaudara sekandung, tunggal-guru tunggal-ilmu. Tapi dari cara masing-masing menanggapi berbagai keadaan, perbedaan watak kelihatan sekali.
Sebagai anak-anak yatim, harta warisan mereka dikelola oleh sang wali, yakni kakak mereka sebapa, Kyai Zuhdi Mustofa. Dari harta itulah pendidikan mereka dibiayai. Dan dengan mempertimbangkan masa depan mereka, Kyai Zuhdi membagi mereka bekal mondok secara ngirit sekali.
Kyai Misbah pun menjalani kehidupan santri yang penuh tirakat: makan sesedikit mungkin supaya bisa menyisakan sebanyak mungkin untuk membeli kitab.Kyai Bisri merekrut sejumlah temannya sesama santri melarat dan membuka “perusahaan tukang masak”. Santri-santri kaya dibujuk menjadi klien, menyerahkan uang makan mereka untuk dikelola sehingga tanpa perlu repot mereka tinggal makan setiap waktunya. Santri-santri melarat pekerja perusahaan itu pun beruntung bisa nebeng makan bareng santri-santri kaya.
Di kemudian hari, pandangan-pandangan Kyai Bisri dan Kyai Misbah dalam masalah-masalah agama tak pernah sama.
Paling ajaib dari semuanya adalah Kyai Ali Ma’shum dan adik ipar sekaligus murid kesayangannya, Kyai Zainal Abidin Munawwir.
Kyai Zainal tak punya guru selain Kyai Ali. Praktis segala yang ia ketahui tentang agama, mulai alif-ba’-ta’ sampai pengetahuan tertinggi, ia dapatkan dari Kyai Ali. Toh kenyataan itu tak menjadikannya foto kopi. Ia bahkan menjadi “gambar” yang berbeda sama sekali. Kyai Ali membongkar, Kyai Zainal membatasi. Mbah Ali meringkas, Mbah Zainal menambahi.
Tapi didalam perbedaan itu ada yang senantiasa sama, bukan hanya diantara mereka saja, tapi diantara segala ulama sepanjang masa. Yaitu kesetiaan kepada ilmu, dantazkiyyatun nafs, penjernihan diri. Para kyai itu bertindak berdasarkan ilmu dan tidak bertindak kecuali atas dasar ilmu. Dalam membersihkan jiwa pun mereka selalu sama ngototnya. Walaupun caranya berbeda.
Mbah Zainal menjernihkan diri dengan menghindari segala yang bagi lumrahnya manusia dapat mengotori. Mbah Ali membongkar berbagai bingkai nilai bikinan manusia dan meraih makna hakiki.
Mbah Zainal tidak mau berjalan melewati gereja, tidak mau memandang ke arah tiang listrik yang bentuknya menyerupai salib, tidak menyukai pohon cemara, demi melindungi benaknya sendiri agar hal-hal yang lumrahnya merupakan simbol-simbol nasrani itu tak mendapat jalan untuk membersit di pikirannya. Mbah Ali membongkar segala “lembaga persepsi” atas benda-benda dan mengembalikannya pada realitas sejatinya: sekedar benda.
Itu sebabnya saat Mbah Zainal ingin menebang pohon cemara di halaman pondok Krapyak, yakni pohon yang dalam persepsi umum merupakan simbol natal, Mbah Ali mencegahnya dengan mengatakan,
“Sejak kapan pohon punya agama?”
Kesetiaan kepada ilmu dan penjernihan diri, itulah etos para ulama yang diwariskan oleh Kanjeng Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Kesimpulan fiqih bisa saja berganti-ganti, tapi etos ini abadi. Etos para pengampu agama sejak zaman salaf. Etos salafi.

sumber : http://teronggosong.com/

Tarekat Qodiriyah

Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS. Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.

Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS, ini adalah urutan ke 17 dari rantai mata emas mursyid tarekat. Garis Salsilah tarekat Qodiriyah ini berasal dari Sayidina Muhammad Rasulullah SAW, kemudian turun temurun berlanjut melalui Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, Sayidina Al-Imam Abu Abdullah Al-Husein ra, Sayidina Al-Imam Ali Zainal Abidin ra, Sayidina Muhammad Baqir ra, Sayidina Al-Imam Ja'far As Shodiq ra, Syaikh Al-Imam Musa Al Kazhim, Syaikh Al-Imam Abul Hasan Ali bin Musa Al Rido, Syaikh Ma'ruf Al-Karkhi, Syaikh Abul Hasan Sarri As-Saqoti, Syaikh Al-Imam Abul Qosim Al Junaidi Al-Baghdadi, Syaikh Abu Bakar As-Syibli, Syaikh Abul Fadli Abdul Wahid At-Tamimi, Syaikh Abul Faraj Altartusi, Syaikh Abul Hasan Ali Al-Hakkari, Syaikh Abu Sa'id Mubarok Al Makhhzymi, Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS.

Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri, "Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya."

Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qidiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah,dal lain-lain. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah. Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat tarekat Ammariyah, Tarekat Bakka'iyah, dan lain sebagainya.

Di Indonesia, pencabangan tarekat Qodiriyah ini secara khusus oleh Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang salah satunya melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh Indonesia.
Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani ini berasal dari Banten dan merupakan ulama Indonesia pertama yang menjadi Imam Masjidil Haram. Selanjutnya jalur salsilahnya berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Syaikh Nurun Naum Suryadipraja yang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin.

Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin selain mempunyai sanad dari tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah juga khirkoh dari tarekat Naqsyabandiyah dari garis salsilah Syaikh Jalaludin. Beliau sampai dengan hari ini meneruskan tradisi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah dengan kholaqoh dzikirnya yang bertempat di Bogor Baru kotamadya Bogor propinsi Jawa Barat.(wikipedia.org)

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate