TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE

The Poetry OF Hafiz




Hafiz, a Sufi poet, expressed in poetry love for the divine, and the intoxicating oneness of union with it.  Hafiz, along with many Sufi masters, uses wine as the symbol for love. The intoxication that results from both is why it is such a fitting comparison. Hafiz spoke out about the hypocrisy and deceit that exists in society, and was more outspoken in pointing this out than many poets similar to him.



List of Poem

...........



Aku melihat diantara kita orang-orang yang mencari bekal bukan keindahan, dengan menggunakan pikiran dia mencoba melepaskan anak panah yang mengarah ke surga Adnan,
Kita ibarat ulat sutra yang terkungkung oleh hasil pekerjaan kita sendiri, lalu berusaha menghilangkan batasan-batasan yang memenjarakannya dengan membuat batasan-batasan dan penjara yang baru,
Dan pemimpin Haramis telah menguasai mereka semua, cukuplah bagimu apa yang telah ditinggalkan Socrates diatas dunia,
Sembunyikanlah seluruh perumpamaan alam, lalu tetapkanlah untuk Plato suatu perumpamaan yang indah,
Dan Aristoteles yang telah bingung atau sedang lari dari kebingungannya,
Dia adalah penolong Dzulqarnain terhadap segala sesuatu yang ditampakkan oleh mata,
Dan Dia pun menyelidiki semua sebab yang telah kalian dengar, Dia akan merobek mata jika mata itu menolakNya,
Dan Hallaj pun merasakan nikmatnya persatuan, lalu ia berkata "Akulah Dzat yang tidak bisa dijangkau oleh sebuah makna",
Lalu dikatakan padanya, "kembalilah dari ucapanmu" ia pun berkata, "aku telah meminum air yang terus mengalir dan barang siapa yang meminumnya dan merasakannya, maka ia akan terus bernyanyi",
Dan dia katakan kepada Syibli, tentang penyatuan jiwa setelah seluruh makhluk sirna dari hidupnya,
Ia tampakkan kepada Ghofiqy hasil yang telah dipetik olehnya, Diapun menyibakkan awan dan kegelapan dari sisiNya,
Dia pun menjelaskan rahasia-rahasia ibadah dari kelompok orang-orang yang berusaha merasuki jiwa, maka nampaklah dengan jelas apa yang terlihat darinya suatu rahasia,
Kami ditunjukkan kepada agama yang benar oleh Tuhan yang kemuliaanNya dirindukan oleh hati-hati kita,
Barangsiapa yang menempuh perjalanan disisi kesucianNya, maka sekarang Dia datang dan mengambil kebenaran dari kita.

___________________

 -Anonim-


Sumber:

Diwan Al Hallaj “louis Massignon”
Diterjemahkan dari LE DIWAN D’ AL HALLAJ. Essai De Reconstitution, Edition Et Traduction, oleh LOUIS MASSIGNON,
Jurnal Asiatique, Librairie Orientaliste Paul Geuthner, Janvier, Mars 1931
Penerbit; PUTRA LANGIT, Jl.Palagan tentara pelajar no. 77 Yogyakarta
Phone: (0274) 887055, Facs: (0274) 566171
Email: putra_langit@yahoo.com
putra_langit@mailcity.com
Cetakan I, Januari 2001

QASIDA 7



Terlepasnya Jiwa


_______

Ala ‘ddini ‘l salib yakumu mawt
C’ est dans la religion de la croix que je mourrai
Adalah dalam agama penyaliban aku akan mati

Al Hallaj
_______


Penglihatanku, dengan menggunakan mata ilmu, mengikuti kejernihan rahasia pikiranku,
Sebersit cahaya telah menyembul dalam kesadaranku, lebih kuat daripada secuil angan-angan,
Dan aku menyibaknya,
Perenungan itu menggelincirkanku seperti melesatnya sebah anak panah,
Jiwaku berbalik, berbulu hasrat, diatas sayap-sayap kehendak,
Sambil ditunjukkan, jika mereka menanyaiku, aku menabiri dibawah misteri teka-teki,
Istilah-istilah yang lepas melampaui semua batasan, mengembarakanku dalam ladang yang menghampar,
Sambil memandang kedalam air yang jernih bagai cermin, dan aku tak mampu melihat bayangan wajahku disana,
Aku beringsut maju, melakukan penawaran dihadapanNya, berpegangan sambil menjuntaikan tangan penyerahanku,
Dan cintaku telah melekat padaNya, dalam hatiku seperti besi yang membara dalam hasrat,
O, betapa dalam...!,
Dan naluri jiwaku menerbangkan diriku,
Dan aku menemukan betapa dekatnya Ia hingga aku lupa namaku.

___________________________

Sumber:

Diwan Al Hallaj “louis Massignon”
Diterjemahkan dari LE DIWAN D’ AL HALLAJ. Essai De Reconstitution, Edition Et Traduction, oleh LOUIS MASSIGNON,
Jurnal Asiatique, Librairie Orientaliste Paul Geuthner, Janvier, Mars 1931
Penerbit; PUTRA LANGIT, Jl.Palagan tentara pelajar no. 77 Yogyakarta
Phone: (0274) 887055, Facs: (0274) 566171
Email: putra_langit@yahoo.com
putra_langit@mailcity.com
Cetakan I, Januari 2001
____________

Ini Cintaku


By : Hendra Alwie

Sungguh...bukan hal yang mudah utk bisa duduk dipangkuan takdir,sambil mendengarkan Nyanyian kebijaksanaan yang tersamar sakitnya penderitaan, terkadang kegelisahan dan keputus-asa-an Kau bisikkan seperti dinginnya malam yang membuat seluruh tulang-tulang jiwa membeku,hingga ia tak lagi bisa menyangga bangunan yang telah mulai goyah ini .. lalu disudut perapian jiwa yang terdalam setitik api kau nyalakan dalam ceruk-ceruk cinta yang mempesona, cahaya dan geliat panasnya perlahan-lahan menghangatkan setiap bagian yang telah retak dalam kebekuan..bagai sebuah pohon kering yang mengeluarkan tunas muda,sebagai tanda kehidupan baru yang siap menggantikan batang2 yang telah rapuh..kian membesar..lalu menengadahkan daun hijaunya untuk menerima curahan kasih dan cinta yang membuatnya menjadi berkilauan diterpa cahaya sang mentari disepanjang masa tumbuhnya....terimakasih C I N T A, KarenaMu.... penantian panjang ini menjadi sangat Indah dan menakjubkan..

Ini Cintaku



By: Hendra Alwie

Karena CintaMu lah aku ada......
dan Demi Cinta itulah tubuh dan jwa ini rela terkoyak oleh panah-panah kesengsaraan...

QASIDA 6






Nyanyian Kematian
(Simbol penyesalan Setelah Ektase)


_______

Ala ‘ddini ‘l salib yakumu mawt
C’ est dans la religion de la croix que je mourrai
Adalah dalam agama penyaliban aku akan mati

Al Hallaj
_______

Aku menyeru padaMu, kematian!, Untuk jiwa-jiwa yang bersaksi dan telah sampai, dan bergabung sebagai saksi dalam keabadian!,
Aku memekik pada diriku!, Kematian!, Bagi hati, setelah sekian lama hampa dari ungkapan yang terhimpun dalam samudera kearifan,
Aku memekik padaMu, Kematian!, Bagi firman Tuhan, sejak waktu digoreskan, dan hanya kefanaan yang nampak dalam bayangan kita,
Aku berseru padaMu, Kematian!, Bagi penyingkapan dihadapan kepatuhan dan menyerahkan semua pembicaraan yang bisa dipahami,
Aku berseru padaMu, Kematian!, Untuk perlambang-perlambang yang menyearah diselubungi oleh kecerdasan-kecerdasan, dari mereka, semua tanggal dalam kehancuran,
Aku berseru padaMu, Kematian!, Atas nama CintaMu, bagi keteguhan moral mereka yang menegakkan bingkai-bingkai untuk dipatuhi,
Mereka  yang seluruhnya telah melintasi padang pasir tanpa meninggalkan jejak, dan dibelakang mereka, kerumunan orang ditinggalkan mengigau,
Lalu buta daripada binatang, pun lebih buta daripada gerombolan.


____________________

Catatan:
Tentang isi secara keseluruhan, lihat Passion, hal. 298, 299. Qannad menyatakan puisi ini karya Nuri, tetapi Harawi dan semua sumber yang lain menyatakan karya Hallaj. Hakim Ibnu Al Hadad bersaksi bahwa Hallaj melantunkan puisi ini pada malam hari mengawali hukumannya. Ulasan tentang sholatnya terakhir (lihat: Diw, no. 2); bandingkan: Passion hal. 918 no. 5).
______________

Sumber:

Diwan Al Hallaj “louis Massignon”
Diterjemahkan dari LE DIWAN D’ AL HALLAJ. Essai De Reconstitution, Edition Et Traduction, oleh LOUIS MASSIGNON,
Jurnal Asiatique, Librairie Orientaliste Paul Geuthner, Janvier, Mars 1931
Penerbit; PUTRA LANGIT, Jl.Palagan tentara pelajar no. 77 Yogyakarta
Phone: (0274) 887055, Facs: (0274) 566171
Email: putra_langit@yahoo.com
putra_langit@mailcity.com
Cetakan I, Januari 2001
____________

Cinta Dan Kebijaksanaan




""
Cinta adalah ikhwal menjadi seorang pelayan, bukan menjadi seorang Raja!
""

Adalah sebuah jalan panjang menuju cinta, untuk kemudian musim-musim dalam dada seorang pecinta menyatu menjadi padang mawar.Siddharta, begitu sebuah nama dari seorang pejalan yang mengawali perjalanan spiritualnya dengan menanggalkan pakaian kemewahan, kemegahan, kehormatan sebagai seorang putra mahkota disebuah negeri.
Siddharta muda, hidup di sebuah istana di sebuah bagian di negeri hindus jauh.. lengkap dengan cincin kebangsawanan dan gaun yang memeluknya dengan megah. Kebercukupan ini tak membuat kepongahan dalam dada siddharta ini tertambal. Suatu ketika siddharta muda ingin pergi berkeliling negeri yang dipimpin oleh ayahnya. Oleh ayahnya, semua hal yang yang tak baik atau yang mengandung duka kepedihan disingkirkan oleh ayahnya, agar siddharta muda tidak melihat kepedihan hidup, dan juga merasakannya.

Cinta memilih sesiapapun sesuka hati yang akan menjadi cawannya. Meskipun semua pengemis, orang sakit yang terkapar dijalanan, tuna wisma, semua telah berusaha disingkirkan oleh pengawal istana kerajaan, namun mata siddharta ditarik oleh kekuatan ghaib.. sebuah pemandangan memilukan dilihat tak hanya oleh kedua matanya, namun oleh mata hati pemuda tersebut, seorang lelaki tua tergelepar jauh dari keramaian, sendirian..

Kepiluan, kesedihan kemudian hinggap dihati siddharta. Hati siddharta yang lembut terluka oleh kepedihan hidup yang ditanggung oleh lelaki tua yang terkapar tadi.. malam berganti malam, bulan mengganti dirinya dengan nama-nama baru.. kepiluan, kesedihan, kepongahan dalam hati siddharta tidak dapat disembuhkan dengan kemewahan dan kemegahan yang disuguhkan ayah beserta istananya.. hingga suatu malam, siddharta berniat untuk kabur dari istana ayahnya, meninggalkan keluarga beserta kemegahannya..

Siddharta keluar dari istananya menemukan seorang pedagang yang lewat membawa gerobaknya. Dengan penuh iba, ia memohon menukarkan segala pakaiannya yang mewah yang terbuat dari sutra terhalus dan segala perak juga emas yang menjelma pernak-pernik ditubuhnya dengan sebuah pakaian lusuh dan penutup kepala dari seorang pedangang tersebut. Penuh gembira, pedagang tersebut menyambut keinginan dari siddharta, dengan penuh kebahagiaan, keduanya berpisah menurut jalannya masing-masing

siddharta , diluar kemewahan juga istananya, mencoba hidup menjadi seorang peminta-minta.. bulan berganti nama.. ia tengadahkan sebuah cawan yang terbuat dari sebuah batok kelapa yang ia temukan di kolong pasar.. setiap hari di sebuah sudut timur pasar tersebut, siddharta menengadahkan cawannya untuk sekedar mendapat uang guna membeli sebuah roti yang ia gunakan untuk mengganjal perutnya yang meronta, atau terkadang ia membaginya dengan sesame pengemis yang sedang tak beruntung mendapati cawannya menganga kosong..

suatu ketika, ia mendengar kabar tentang seorang pertapa dihutan. Ia seorang yang sakti. Kabar tersebut ia temukan dari temannya sesama pengemis.. siddharta yang telah berbulan bertahun begitu diliputi gairah kegelisahan hidup yang kadang ia baluri dengan kesabarannya kemudian memutuskan untuk menuju hutan, berguru pada pertapa yang disebutkan oleh temannya tadi..
dihutan, ia menemukan beberapa orang sedang duduk bersila dengan tubuh kurus legam, dengan pakaian yang lebih mirip dedaunan hutan yang menempel pada tubuh-tubuh mereka, pekaian mereka habis dimakan derita musim, dimakan panas dingin yang bergantian menjaga hari.

Siddharta muda kemudian mendapati seorang yang lain dari beberapa pertapa tadi, tubuhnya yang lebih tenang dari pohon-pohon pinus. Ia berjaga dengan menggumamkan mantra dari mulut dan matanya. Siddharta kemudian mengajukan maksud untuk berguru pada pertapa tersebut.

Pertapa sakti tersebut melihat gelora kepedihan dan juga bakat yang luar biasa dari mata siddharta. Dengan penuh gembira, pertapa tersebut menerima siddharta sebagai muridnya. Di ujung hari, ketika fajar mekar dengan rona harunya, siddharta memulai hari dengan meminum tetes-tetes embun. Ia berpuasa hari demi hari.. kadang ia hanya memakan umbi atau rerumputan sekali waktu.. di waktu purnama, ia bersama segerombolan anjing liar bersama menatapi malam.. tahun-tahun ia lewati begitu cepat, hingga urat kepedihan hidup adalah tanda yang sangat dapat digunakan untuk orang lain mengenali siddharta ini. pertapaan bertahun menjadikan siddharta menjadi orang yang sakti, ia kadang berjalan tanpa sadar di atas air. Bakat ini memang sudah terlihat oleh guru pertapanya sejak ia melihat siddharta untuk pertama kalinya. Namun kesaktian dan kepedihannya hanya menambah kepongahan jiwa siddharta. Segala yang ia lakukan bukanlah apa yang ia cari selama ini..

Tak menemukan obat dari kepongahan jiwanya, ia keluar dari hutan meninggalkan guru pertapanya, juga laku seorang pertapa. Ia menuju tepian negeri.. berjalan tanpa arah menuju keentahan berusaha menambal kepongahan jiwanya yang pilu, juga merindu pada entah.. kepiluan, kepedihan adalah pakaiannya yang begitu nampak, dari guratan nadinya, dari legam kulitnya, dari kepiluan di matanya..

Disebuah perjalanannya, ia mendapati sebuah sungai yang begitu tenang, namun sesekali tertawa dengan riuhnya. Di samping sungai tersebut siddharta bermaksud mengistirahkan tubuhnya. Sebelum membaringkan tubuhnya, ia membasuh mukanya dari air yang ia ambil dari sungai tersebut. Setelah membasuh wajahnya, ia tegukkan air tersebut melewati kerongkongannya yang sepi dan pilu.. teguk demi teguk mengaliri dirinya.. hingga akhirnya ia kekenyangan dan tertidur disamping sungai..

Berjamjam siddharta tertidur pulas disamping sungai tersebut, entah belaian mana yang membuatnya tak beranjak dari mimpinya.. matahari berkisar, hingga malam pun beranjak dari pelukan langit..

Pagi itu segalanya dimulai dengan wajar, mekar matahari di ufuk timur menumpakan geloranya pada segala yang ia temui.. siddharta yang telah tertidur selama berjamjam bangun seperti matahari. Matanya menunjukkan kedalaman samudera, lengkap dengan geloranya yang ombak. Wajahnya diliputi mekarnya fajar. Ketenangan menjalari tiap darah di nadinya..
Kepongahan dihati siddharta entah hilang kemana, kerinduan yang biasanya mengusik dirinya lebur menjadi cinta yang menyala didadanya.. apa yang ia cari ia temukan begitu saja disebuah tepi sungai,. Sebuah penyingkapan tentang segala, tentang aku kau dan Cinta..

Semenjak saat itu, siddharta membangun sebuah pondok didekat sungai tersebut, pada pagi hari ia menjadi seorang petani sayur mayur, menyiraminya dengan cinta. Pada siang hari terkadanga ada seseorang atau beberapa orang yang mampir di pondoknya untuk mereguk air atau terkadang kebijaksanaan yang menderas langsung dari dadanya..
Musim demi musim, kabar tentang seseorang bijak ditepian negeri merebak beriringan dengan angina yang silih berganti dari timur dan barat.. banyak orang belajar darinya tentang hidup, tentang kebijaknsanaan tentang Cinta.. di pondoknya, disana dihuni beberepa puluh muridnya yang ikut bercocok tanam dan beternak.. tiap panen ia membagikan umbi-umbian kepada orang-orang yang datang kepadanya.. di pagi hari, susu-susu diperah dari peternakan di pondok siddharta untuk dibagikan kepada anak-anak di desa yang tak jauh dari pondoknya.. dimalam hari terkadang siddharta berbincang kepada para muridnya juga para tamu yang berkunjung disebuah taman di pondoknya, mereka tertawa, terdiam dan senyum-senyum mekar dimalam-malam bersama..

siddharta telah mengawali perjalanan spiritualnya dengan jalan cinta, ia tak ingin menjadi raja melainkan menjadi pelayan; dari situlah cinta menuntun dengan ujung jemarinya yang kasat....

"Cinta tanpa kebijaksanaan adalah seorang bocah dengan mata yang menyala-nyala.. ia akan melakukan apasaja yang ia kehendaki, namun Cinta dengan kebijaksanaan adalah seorang pengelana tua buta yang siap menuntun siapa saja menuju jalan kebahagiaan.."

Maka untuk dapat berguna bermanfaat bagi seluruh kehidupan dan semesta, Cinta dan Kebijaksanaan melebur menjadi satu. Dengan kepedihan yang teramat sangat kau akan menemukan kebijaksanaan hingga kepedihan itu hinggap pada dirimu dan kau tanggung dengan tulus, musim demi musim ia akan berganti nama menjadi Cinta.. dari situlah segalanya lahir, aku kau dan segala..

Sumber

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate