TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA JANGAN LUPA LIKE, FOLLOW KOMENTAR DAN SHARE
Showing posts with label tipologi kepribadian manusia. Show all posts
Showing posts with label tipologi kepribadian manusia. Show all posts

TIPOLOGI KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN

Kepribadian merupakan “keniscayaan”, suatu bagian dalam (interior) dari diri kita yang masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada keyakinan siapakah diri kita yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an Allah telah menerangkan model kepribadian manusia yang memiliki keistimewaan dibanding model kepribadian lainnya. Di antaranya adalah Surah al-Baqarah ayat 1-20. Rangkaian ayat ini menggambarkan tiga model kepribadian manusia, yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.[1]
Pada dasarnya manusia diberikan fitrah oleh Allah berupa memeluk Agama Isalam dan bertauhid, namun ketika manusia itu dilahirkan ke dunia, manusia dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga tingkahlakunya berubah. Firman Allah dalam QS Ar-Rum ayat 30.
  Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar-rum ayat 3.
Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Dalam memendang konsep dan pilsafat tentang manusia, maka tidak lepas dari pandangan Islam itu sendiri. Dalam Islam, manusia memang makhluk yang memiliki dimensi-dimensi yang kompleks. Manusia dimanpun dan beragama apapun tidak terlepas dari yang dinamakan jasad dan roh. Oleh karena itu manusia harus mengetahui eksistensi dia sebagai manusia agar hidupnya baik.


1.      Pengertian Tipe Kepribadian

Dalam kamus chaplin kata “tipe” memiliki pengertian sebagai “satu pengelompokan individu yang dapat dibedakan dari orang lain karena memiliki satu sifat khusus”. Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Sejalan dengan itu, maka istilah kepribadian sampai saat ini belum bias di definisikan secara mendetail, meskipun sudah ada beberapa teori yang membahas tentang itu.[2]
Adapun pengertian kepribadian sebagaimana dikatakan oleh Allport yaitu organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang system psiko-fisik yang menentukan penyesuainnya yang unik terhadap lingkungan.[3]
Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu. Kepribadian tidak menyatakan sesuatuyang bersifat statis, seperti bentuk badan atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang. Kepribadian tidak berkembang secara pasif saja, tetapi orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosal.[4]


2.      Fungsi Jiwa Manusia

Tentang kepribadian, pada awalnya Carl Gustav jung menemukan, bahwa manusia memiliki empat macam fungsi jiwa, yaitu pikiran dan perasaan, keduanya berbentuk rasional. Kemudian pengindraan (sensasi) dan intuisi, keduanya berbentuk irasional. Rasional bekerja dengan penilaian, pikiran melihat segala sesuatu menurut criteria menyenangkan. Irasional tidak memberikan penilaian, tetapi semata-mata mendapat pengamatan. Pengindraan mendapat pengamatan dengan sadar indra, sedangkan intuisi mendapatkan penamatan secara tidak sadar naluriah. Dalam bentuk table digambarkan sebagai berikut:
Fungsi jiwa.[5]
Fungsi jiwa
Sifat jiwa
Cara bekerja jiwa
Pikiran
Rasional
Dengan penilaian: benar atau alah
Perasaan
Rasional
Dengan penilaian: senang atau tidak senang
Pengindraan
Irasional
Tanpa penilaian: sadar indra
Intuisi
Irasional
Tanpa penilaian: tidak sadar naluriyah



3.      Struktur Kepribadian Manusia

Ada beberapa persi dalam pemberian struktuk kepribadian manusia. Menurut Al-Ghazali dalam bastaman membagi menjadi empat, yaitu qalbu, roh, nafs, dan akal. Sementara itu, Al-Ghazali dalam versi mujib membagi tiga yaitu hawa nafs, aql dan qalb, ketiganya disebut nafs, kemudian dibagi kepada dua secara garis besar yaitu jasad dan roh.
a.       Qalb (hati)
Qalb menurut Ibnu Araby adalah suatu organ tubuh yang menghasilkan pengetahuan yang benar, intuisi yang menyeluruh, mengenal Allah SWT. Dan misteri ketuhanan. Singkatnya hati adalah bagian organ segala sesuatu yang memenuhi syarat untuk mengetahui ilmu ghaib.
Sifat qalb yang seperti inilah yang kemudian disebut dengan istilah rasio qalbani yang ada dalam nafs, sebagai penjelmaan selfish-self, yaitu tempat mengaktualisasikan segala potensi yang ada dalam qalb berupa kekuatan rohani sehingga berdampak pada tindakan atau prilaku.
Dengan demikian qalb adalah bagian spiritual manusia. Ia ada, tetapi keberadaanya hanya dapat dirasakan, seperti tiupan angin yang semilir terasa menyejukan. Kesepadanan gerak rohani serupa dengan keberadaan wahyu dan ilham, sehingga kebenaran bagi mereka yang terbuka dan tersingkap tabir dibalik dirinya adalah sama dengan kebenaran wahyu.[6]
b.      Jism (jasmani)
Jasmani adalah struktur terluar manusia, berupa badan atau tubuh fisik biologis. Keberadaannya dapat dilihat oleh mata kepala, bentuk rupanya dapat dinilai langsung. Banyak manusia yang akal pikirannya hanya mampu memberikan penilaian pada sesuatu yang bersifat jasmani. Mereka mengagumi dan mendewakannya walaupun sebenarnya patamorgana, dijadikan dari tanah dan akan kembali lagi ke tanah.
Jasmani ini akan menemani manusia hingga terpisahnya nyawa dari raganya. Ia akan kembali menyatu dengan tanah menjadi santapan cacing dan belatung. Sebagai salah satu struktur adanya jasmani ini karena adanya:
1)      Hawa nafsu
Hawa nafsu adalah dorongan (syahwat) kepada sesuatu yang bersifat rendah, segera dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral.
2)      Nafsu syahwat
Syahwat merupakan fitrah kecenderungan yang bersifat universal. Menurut Mubarok, syahwat adalah menjalankan sesuatu yang mengikuti fitrah seperti menyukai lawan jenis, menyayangi anak, dan sebagaianya.
c.       Nafs (psikis)
Psikis merupakan gejala psikologi yang dapat disaksikan dan diindrai, jika telah terakumulasi dalam bentuk tingkah laku, baik yang disengaja ataupun gerakan refleks. Hal positif dari psikis adalah rasa saying dan ramah, sedangkan negatifnya akan ditemukan pada sifat emosi, marah, dengki, dan sebagainya.[7]


4.      Dinamika Kepribadian Manusia

Kepribadian menurutu psikologi Islam adalahintegrasi sitem qalbu, akal, dan nafsu manusia menimbulkan tingkah laku.  Aspek nasfsiyah manusia memiliki tiga daya yaitu, qalbu, akal, dan nafsu.
Kepribadian sesungguhnya produk dari interaaksi diantara ketiga komponen tersebut, hanya saja ada salah satunya yang lebih mendominasinya dari omponen lain. Kepribadian manusia memiliki beberapa dinamika, yaitu:[8]
1.      Kepribadian amarah (nafs al-Amarah) adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan. Sesuai dengan firman Allah surat Yusuf ayat 53.
      
Artinya: dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.(QS yusuf: 53).[9]
2.      Kepribadian lawwamah (nafs al-Lawwamah) adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya qalbu, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangan antara dua hal. Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang di dominasi oleh akal. Firman Allah QS al-Qiyamah ayat 2.
  
Artinya:  dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri). Maksudnya: bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan.

3.      Kepribadian muthmainah adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur qalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat yang tercela. Firman Allah QS Al-Fajr ayat 27-28.
Artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.[10]


5.      Tipe-tipe kepribadian

Manusia diciptakan di muka bumi ini bersuku-suku. Dan setiap suku dari sekian banyak suku itu, memiliki ciri khas masing-masing. Eropa misalnya, memiliki ciri khusus berupa kulitnya yang putih (bule). Sedangkan Afrika, identik dengan kulitnya yang hitam legam. Begitu pula manusia-manusia yang lain, yang berdomisili di luar kedua benua tersebut.
Seberapapun kontras perbedaan (fisik) yang dimiliki oleh manusia, namun Al-Quran telah mengklasifikasikan mereka menjadi tiga golongan (tipe).
Para psikolog memandang kepribadian sebagai struktur dan proses psikologis yang tetap, yang menyusun pengalaman-pengalaman individu serta membentuk berbagai tindakan dan respons individu terhadap lingkungan tempat hidup.  Dalam masa pertumbuhannya, kepribadian bersifat dinamis, berubah-ubah dikarenakan pengaruh lingkungan, pengalaman hidup, ataupun pendidikan. Kepribadian tidak terjadi secara serta merta, tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Dengan demikian, apakah kepribadian seseorang itu baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan kehidupan seseorang tersebut.[11]
Dalam kepribadian manusia terkandung sifat-sifat hewan dan sifat-sifat malaikat yang terkadang timbul pergulatan antara dua aspek kepribadian manusia tersebut. Adakalanya, manusia tertarik oleh kebutuhan dan syahwat tubuhnya, dan adakalanya ia tertarik oleh kebutuhan spiritualnya.
Al-Qur’an mengisyaratkan pergulatan psikologis yang dialami oleh manusia, yakni antara kecenderungan pada kesenangan-kesenangan jasmani dan kecenderungan pada godaan-godaan kehidupan duniawi. Jadi, sangat alamiah bahwa pembawaan manusia tersebut terkandung adanya pergulatan antara kebaikan dan keburukan, antara keutamaan dan kehinaan, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi pergulatan antara aspek material dan aspek spiritual pada manusia tersebut dibutuhkan solusi yang baik, yakni dengan menciptakan keselarasan di antara keduanya.
Disamping itu, Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa manusia berpotensi positif dan negatif. Pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negatifnya. Hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya tarik kebaikan.
Potensi positif dan negatif manusia ini banyak diungkap oleh Al-Qur’an. Di antaranya ada dua ayat yang menyebutkan potensi positif manusia, yaitu Surah at-Tin ayat 5 (manusia diciptakan dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya) dan Surah al-Isra’  ayat 70 (manusia dimuliakan oleh Allah dibandingkan dengan kebanyakan makhlik-makhluk yang lain). Di samping itu, banyak juga ayat Al-Qur’an yang mencela manusia dan memberikan cap negatif terhadap manusia. Di antaranya adalah manusia amat aniaya serta mengingkari nikmat (Q.S. Ibrahim : 34), manusia sangat banyak membantah (Q.S. al-Kahfi: 54), dan manusia bersifat keluh kesah lagi kikir (Q.S. al-Ma’arij : 19).
Sebenarnya, dua potensi manusia yang saling bertolak belakang ini diakibatkan oleh perseteruan di antara tiga macam nafsu, yaitu nafsu ammarah bi as-suu’ (jiwa yang selalu menyuruh kepada keburukan), nafsu lawwamah (jiwa yang amat mencela), dan nafsu muthma’innah (jiwa yang tenteram). Konsepsi dari ketiga nafsu tersebut merupakan beberapa kondisi yang berbeda yang menjadi sifat suatu jiwa di tengah-tengah pergulatan psikologis antara aspek material dan aspek spiritual.
Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe kepribadian berdasarkan apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut.


1.      Kepribadian Orang Beriman (Mu’minun)

Mereka ini adalah golongan manusia yang meyakini tentang keberadaan Allah dengan seyakin-yakinnya. Tidak cukup itu saja, untuk membuktikan keimanan yang bersemayam di dalam hati tersebut, merekapun mengikrarkannya dengan lisan, kemudian mewujudkannya dengan paraktek-praktek ibadah yang mereka lakukan setiap harinya.
Itulah ciri iman (attashdiqu bilqalbi wattaqriru billisani wal’amalu biljawarih/arkani). Keimanan seseorang akan sempurna ketika ketiga unsur ini benar-benar diaplikasikan. Begitupun sebaliknya, ketika salah satunya tidak terlaksana, maka dia belum termasuk al-mukminu al-haqiqiyyu (mukmin yang sejati).
Untuk golongan pertama ini, Allah menjamin bahwa tempat mereka diakhirat kelak adalah surga. Firman-Nya:
ž“sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga ‘adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai….(Al-Bayyinah: 7-8)
Dikatakan beriman bila ia percaya pada rukun iman yang terdiri atas iman kepada Allah swt., iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada Kitab-kitab-Nya, iman kepada para rasul-Nya, percaya pada Hari Akhir, dan percaya pada ketentuan Allah (qadar/takdir). Rasa percaya yang kuat terhadap rukun iman tersebut akan membentuk nilai-nilai yang melandasi seluruh aktivitasnya. Dengan nilai-nilai itu, setiap individu seyogianya memiliki kepribadian yang lurus atau kepribadian yang sehat. Orang yang memiliki kepribadian lurus dan sehat ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a.       Akan bersikap moderat dalam segala aspek kehidupan,
b.      Rendah hati di hadapan Allah dan juga terhadap sesama manusia,
c.       Senang menuntut ilmu,
d.      Sabar,
e.       Jujur, dan lain-lain.[12]
Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-Qur’an ini merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam kehidupan ini, dalam batas yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah menghendaki kita untuk dapat berusaha mewujudkannya dalam diri kita. Rasulullah saw. telah membina generasi pertama kaum mukminin atas dasar ciri-ciri tersebut. Beliau berhasil mengubah kepribadian mereka secara total serta membentuk mereka sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan pribadi dan kemuliaan akhlak mereka. Singkatnya, kepribadian orang beriman dapat menjadi teladan bagi orang lain.


2.      Kepribadian Orang Kafir (Kafirun)

Kelompok yang kedua adalah orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang ingkar akan keberadaan Allah. Jangankan untuk menjalankan perintah-perintah-Nya, sekedar untuk mempercayai-Nya saja, mereka enggan. Mereka justru mengejek orang-orang yang beriman, dan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bodoh, yang tidak berilmu. Demikianlah predikat yang diberikan oleh mereka kepada orang-orang yang beriman. Namun ingatlah, tuduhan-tuduhan tersebut telah dibantah Allah melalui firman-Nya:
   
“dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukan orang gila” (Al-Qalam: 2).

Untuk golongan ini, tiadalah tempat kembali mereka di akhirat kelak, kecuali neraka jahannam. Itu sesuai dengan keterangan Allah dalam Al-Quran:

Artinya: “sesungguhnya, orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.” (Al-Bayyinah: 6)

Ciri-ciri orang kafir yang diungkapkan dalam Al-Qur’an antara lain:
a.       Suka putus asa,
b.      Tidak menikmati kedamaian dan ketenteraman dalam kehidupannya,
c.       Tidak percaya pada rukun iman yang selama ini menjadi pedoman keyakinan umat Islam,
d.      Mereka tidak mau mendengar dan berpikir tentang kebenaran yang diyakini kaum Muslim,
e.       Mereka sering tidak setia pada janji, bersikap sombong, suka dengki, cenderung memusuhi orang-orang beriman,
f.       Mereka suka kehidupan hedonis, kehidupan yang serba berlandaskan hal-hal yang bersifat material. Tujuan hidup mereka hanya kesuksesan duniawi, sehingga sering kali berakibat ketidakseimbangan pada kepribadian,
g.      Mereka pun tertutup pada pengetahuan ketauhidan, dan lain-lain.Ciri-ciri orang kafir sebagaimana yang tergambar dalam Al-Qur’an tersebut menyebabkan mereka kehilangan keseimbangan kepribadian, yang akibatnya mereka mengalami penyimpangan ke arah pemuasan syahwat serta kesenangan lahiriah dan duniawi. Hal ini membuat mereka kehilangan satu tujuan tertentu dalam kehidupan, yaitu beribadah kepada Allah dan mengharap rida-Nya untuk mengharap magfirah serta pahala-Nya di dunia dan akhirat.[13]

3.      Kepribadian Orang Munafik (Munafiqun)

Adapun golongan ketiga, adalah golongan orang-orang munafik, yaitu mereka yang secara dzahir menampakkan keimanan mereka di hadapan orang-orang mukmin, namun, batin mereka, hati mereka sebenarnya mengingkari hal tersebut.
Karena perilaku mereka ini mencerminkan orang-orang beriman, maka untuk mendeteksi keberadaan mereka ini relatif sulit. Kitapun dilarang untuk menjastifikasi seseorang sebagai orang munafik, sebab manusia hanya diperbolehkan untuk menghukumi sesuatu sesuai dengan apa yang nampak (dzahir). Adapun di luar itu (bathin) adalah urusan Allah. 
Al-Quran dan As-Sunnah hanya memberikan cirri-ciri tentang mereka. Dan  salah satu dari pada ciri orang munafik ialah ketika mereka mengerjakan shalat, maka mereka mengerjakanya dengan malas-malasan. Sedang di dalam hadits, Rasulullah SAW menerangkan, bahwa cirri-ciri mereka itu ada tiga, pertama, ketika ia berjanji, ia mengingkari. Ketika berbicara, ia berduasta. Dan yang terakhir, ketika ia dipercaya, maka ia berhianat. 
Untuk golongan yang terakhir ini, tempat kembali mereka di akhirat kelak, sama dengan kelompok yang kedua, yaitu neraka, karena kalau ditinjau dari segi keimanan, mereka masih termasuk orang-orang kafir. Firman Allah, “(bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata pada manusia “kifirlah kamu!” kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, “sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam”. Maka kesudahan bagi keduanya, bahwa keduanya masuk ke dalam neraka, kekal di dalamnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang dzolim” (Al-Hasyr: 16-17)
Dari ketiga golongan di atas, jelas, bahwa golongan pertama adalah golongan yang terbaik, golongan yang akan membawa kita kepada kebahagian di dunia dan di akhirat. Tidak ada jalan lain untuk meraih itu semua, selain dengan membuktikan keimanan kita kepada-Nya.
Akhirnya, marilah kita senantiasa berdo’a kepada Allah, mudah-mudahan kita senantiasa dimasukkan ke dalam golongan ini sampai akhir hayat kita. Sehingga, kelak ketika kita menghadap-Nya, kita menghadap dengan jiwa yang tenang, jiwa yang telah dijanjikan dengan syurga.  
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhainya. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam syurga-Ku. (Al-Fajr: 27-30).
Munafik adalah segolongan orang yang berkepribadian sangat lemah dan bimbang. Di antara sifat atau watak orang munafik yang tergambar dalam Al-Qur’an antara lain:
a.       Mereka “lupa” dan menuhankan sesuatu atau seseorang selain Allah swt.,
b.      Dalam berbicara mereka suka berdusta,
c.       Mereka menutup pendengaran, penglihatan, dan perasaannya dari kebenaran,
d.      Orang-orang munafik ialah kelompok manusia dengan kepribadian yang lemah, peragu, dan tidak mempunyai sikap yang tegas dalam masalah keimanan.
e.       Mereka bersifat hipokrit, yakni sombong, angkuh, dan cepat berputus asa.
Ciri kepribadian orang munafik yang paling mendasar adalah kebimbangannya antara keimanan dan kekafiran serta ketidakmampuannya membuat sikap yang tegas dan jelas berkaitan dengan keyakinan bertauhid.

Berangkat dari teori kepribadian di atas, maka kita dapat membagi kepribadian manusia menjadi dua macam, yaitu:


1.      Kepribadian kemanusiaan (basyariyyah)

Kepribadian kemanusiaan di sini mencakup kepribadian individu dan kepribadian ummah. Kepribadian individu di antaranya melliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan orang lain. Dalam pandangan Islam, manusia memang mempunyai potensi yang berbeda (al-farq al-fardiyyah) yang meliputi aspek fisik dan psikis. Selanjutnya, kepribadian ummah meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah (bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang berbeda dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik ideologi maupun lainnya yang dapat memberikan dampak negatif.


2.      Kepribadian samawi (kewahyuan)

Yaitu, corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci Al-Qur’an, sebagaimana termaktub dalam firman Allah sebagai berikut.
  Dan, bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Q.S. al-An’am : 153)
Itulah beberapa gambaran mengenai psikologi dan kepribadian manusia dalam Al-Qur’an. Tentu gambaran di atas belum sepenuhnya berhasil meng-cover keseluruhan maksud Al-Qur’an mengenai manusia dengan segala kepribadiannya yang sangat kompleks. Sebab, begitu luasnya aspek kepribadian manusia sehingga usaha untuk mengungkap hakikat manusia merupakan pekerjaan yang sukar.
Walaupun demikian, paling tidak penjelasan di atas dapat memberikan gambaran bahwa manusia memiliki dua potensi yang saling berlawanan, yaitu potensi baik dan potensi buruk. Dua potensi ini lantas memilah manusia ke dalam tiga kategori, yaitu mukmin, kafir, dan munafik. Pembinaan kepribadian manusia lewat pendidikan yang baik akan menuntun manusia agar bisa memperkokoh potensi baiknya sehingga ia bisa memaksimalkan tugas utamanya untuk beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah Allah di muka bumi. Sebaliknya, pembinaan kepribadian manusia yang kurang maksimal akan memerosokkan manusia ke dalam derajat yang sangat rendah, bahkan lebih rendah dari binatang.


Dinamika kepribadian ada 3.

1.      Kepribadian amarah
2.      Kepribadian lawwamah
3.      Kepribadian muthmainah

Tipe-tipe kepribadian

1.      Kepribadian Orang Beriman (Mu’minun)
2.      Kepribadian Orang Kafir (Kafirun)
3.      Kepribadian Orang Munafik (Munafiqun)



DAFTAR PUSTAKA

§  Ramayulis Dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan Pemikiran Para Tokohnya , Kalam Mulia,Jakarta: 2009.
§  Shihab, Umar,  Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an,penamadani, Jakarta: 2005.
§  Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta: 2004
§  Sapuri, Rafy,  Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Manusia Modern, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta: 2008.
§  Syamsul Yusuf, dkk, Teori Kepribadian, Rosda, Bandung: 2008.
§  Jalulddin, Psikologi Agama, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta: 1998.
§  Rani Anggraeni Dewi, “Kepribadian (Psikologi Al-Qur’an)”, dalam www.pusakahati. com, 28 Desember 2009.
§  Hikmawati, Fenti, Bimbingan Konseling, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta: 2011.
§  Jalaluddin Al-Mahali, Jalaluddin As-Suyuthy, Tafsir Jalalain, Al-Haromaen Jaya Indonesia, Departemen Agama: 2008.


[1] Jalaluddin Al-Mahali, Jalaluddin As-Suyuthy, Tafsir Jalalain, Al-Haromaen Jaya Indonesia, Departemen Agama: 2008. Hal,. 2-3.
[2] Rafy Sapuri, Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Manusia Modern, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2008. Hal, 149.
[3] Syamsul Yusuf, dkk, Teori Kepribadian, Rosda, bandung, 2008, hal,. 4.
[4] Jalalddin, Psikologi Agama, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1998, hal,. 151.
[5] Rafy Sapuri, Psikologi Islam, Op. Cit, Hal,. 152.
[6] Rafy Sapuri, psikologi Islam, op,cit,. hal. 161.
[7] Ibid, hal,. 165.
[8] Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2011, hal,. 116.
[9] Ibid,. hal. 118.
[10] Ibid,. hal. 120.
[11] Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam bumi Aksara, Jakarta: 2004, hlm. 186.
[12] Rani Anggraeni Dewi,  “Kepribadian (Psikologi Al-Qur’an)”, dalam www.pusakahati. com, 28 Desember 2009.
[13] Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, penamadani, Jakarta: 2005,  hlm. 105-106.

Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)

Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang hafidh yang terkenal. Ia menerima hadist dari al-Ah...

Total Tayangan

Translate