Showing posts with label Kumpulan cerita-cerita hikmah. Show all posts
Showing posts with label Kumpulan cerita-cerita hikmah. Show all posts

Amplop Mbah Syakur

Di dalam mobil menuju pulang, Mbah Syakur menimang-nimang amplop bagiannya.
“Kayaknya kok terlalu banyak ini, Dik…”, Mbah Syakur bergumam serius — beliau memanggil Mbah Jauhari dengan “Dik”, sebutan untuk yang lebih muda — masih menimang-nimang amplopnya, “… Apa baiknya kukembalikan saja ya…?”
Mbah Jauhari memicing-micingkan mata dalam keremangan, berusaha mengamati raut muka Mbah Syakur. Tak ia temukan sama-sekali tanda-tanda bercanda. Mbah Syakur memang nyaris senantiasa serius secara istiqomah. Begitu pun saat itu.
“Menurutmu gimana, Dik?” Mbah Syakur mengulangi pertanyaannya karena tidak segera dijawab.
Mbah Jauhari menghela napas dan menghembuskannya seperti orang sial yang tak berdaya.
“Kalau njenengan kembalikan, itu namanya nyiksa kyai-kyai sekelas saya ini, Yi!” katanya.
“Kok bisa?” Mbah Syakur tak mengerti.
“Lha iya… Kalau njenengan kembalikan, lantas orang-orang menjadikannya pedoman gimana?”
“Pedoman apa?”
“Bisa-bisa mereka menganggap bahwa ngasih amplop kepada kyai itu tidak baik, wong njenengan nggak mau”.
“Memangnya kalau gitu kenapa?”
“Buat njenengan sih nggak apa-apa… wong njenengan sudah kelas kyai tajrid,” (tajriditu artinya melepaskan diri dari ketergantungan duniawi, -pen.) “lha kayak saya ini masih kelas kyai njerit je!”
Mbah Syakur cuma mesem, tapi setuju membawa pulang amplopnya.
Sampai di rumah, saat turun dari mobil, Mbah Syakur tampak kerepotan membawa rokok yang dua slop itu.
“Lha rokok ini buat apa?” katanya, “wong aku nggak doyan rokok…”
Beliau mikir-mikir sejurus,
“Ya sudah! Buat kamu saja, Dik!” beliau mengangsurkan rokok kepada Mbah Jauhari. Yang menerima tersenyum lebar sekali,
“Lha mbok gitu! Kan ya tetap manfaat to, Yi!”

Filosof dan Nahkoda




‘Ali adalah seorang filosof yang beranggapan bahwa ia tahu segala-galanya. Semua orang sepakat bahwa ia memang memiliki pengetahuan luas tentang berbagai sains dan seni. Namun, ia suka menyombongkan diri bahwa ia adalah orang yang paling pandai dikota itu. Sahabat ‘Ali, Sam, terganggu oleh kesombongannya ini dan berusaha keras agar ‘Ali mau melihat dunia sekelilingnya dengan mata terbuka. Akan tetapi, argumen-argumen yang dikemukakannya selalu saja mentok. Sesudah membicarakan masalahnya dengan seorang pelaut yang dikenalnya, Sam memutuskan  menganjurkan ‘Ali untuk ikut berlayar. Perjalanan seperti ini akan menunjukkan kepada ‘Ali berbagai cara hidup lain dan memperlihatkan kepadanya berbagai kesulitan yang belum pernah dialaminya. Yang membuatnya heran, ‘Ali menerima anjurannya itu dan kemudian berbagai persiapan pun dilakukan.
            Sesudah berada dilaut, ‘Ali berbicara tentang filsafat dengan para pelaut. Sang Nahkoda mendengarkan dengan sabar tanpa berkata sepatah kata pun, tetapi akhirnya ia menyela pembicaraan dan mengeluh bahwa ia bosan dengan pembicaraan ini.
            “Apakah engkau tahu dengan filsafat?” tanya ‘Ali.
            “Sama sekali tidak,” jawab sang Nahkoda.
            “Sungguh sayang,” Kata ‘Ali sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sebab separuh hidupmu terbuang percuma karena tidak punya pengetahuan seperti ini.” Sang Nahkoda pun mendiamkan saja komentar seperti ini dan sibuk mengemudikan kapal.
            Mereka berlayar selama beberapa hari. ‘Ali sangat senang dan terus menerus berbicara. Ia sedemikian asyik menerangkan gagasannya tentang bagaimana pemerintah semestinya membina negeri mereka dan bagaimana pemimpin menangani berbagai persoalan yang berbeda sehingga ia merasa tidak perli lagi belajar tentang pelayaran. Malahan ketika mereka membuang sauh disepanjang sebuah pulau kecil untuk mengubah arah, ‘Ali, yang tidak bisa berenang, tidak mau memanfaatkan air yang tenang  guna meminta sahabat-sahabat pelautnya untuk mengajarinya berenang. Ia juga tidak bertanya tentang kehidupan meeka di laut.
            Malam berikutnya, ketika mereka berada ditengah-tengah lautan, dalam perjalanan pulang, kapten kapal merasa khawatir. Ada tanda-tanda jelas bahwa badai bakal datang. Awak kapal bersiap-siap menghadapi keadaan darurat ini. Hanya ‘Ali saja yang tetap tenang dalam kabinnya. Ia sibuk memikirkan persoalan-persoalan penting dan utama.
            Angin bertiup keras sehingga sang Kapten tidak sanggup mengendalikan kapalnya. Awak kapal, yang panik dan ketakutan, terlempar kesana kemari. Ada banyak air di geladak karena hujan lebatdan gelombang besar sehigga kapal pun perlahan-lahan mulai karam. Sang Nahkoda berseru kepada awak kapal untuk segera bersiap-siap meninggalkan kapal.
            Perahu pelampung satu-satunya pun diturunkan ke air dan segera jelas bahwa perahu itu tak cukup untuk memuat semua orang. Sang Nahkoda dan beberapa awak kapal bersiap-siap terjun kelaut dan berenang. Kemudian sang Nahkoda ingat pada ‘Ali. Ia meminta salah seorang awak kapal untuk mencarinya.
            ‘Ali berpegangan dipintu kabinnya dan berusaha menjaga keseimbangannya. Sang awak kapal pun berseru kepadanya, “Cepatlah, kita harus meninggalkan kapal itu. Tenggelam!” ‘Ali, yang kebingungan, dibantu naik keatas geladak.
            Sang Nahkoda berteriak, “Engkau bisa berenang?”
            “Tidak!” teriak ‘Ali.
            Sang Nahkoda menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sungguh sayang, sebab seluruh hidupmu terbuang sia-sia karena tidak tahu ilmu berenang.”
            Malam itu, sang Nahkoda dan awaknya pun diselamatkan oleh kapal lain sesudah badai reda. ‘Ali sendiri juga selamat berkat bantuan dua awak kapal yang tetap membuatnya terapung di dalam air. Sejak hari itu, ‘Ali tak pernah lagi membangga-banggakan pengetahuannya yang luas tentang filsafat.
            Beberapa tahun setelah kejadian itu, ‘Ali memberikan hadiah kepada sang Nahkoda, yang kini menjadi sahabat karibnya. Hadiah itu berupa lukisan kapal di laut yang sedang dihantam badai. Ada dua bait syair tertulis dibawah lukisan itu:
            Hanya benda-benda kosong yang terapung di permukaan air.
            Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusian, dan engkau akan     
            Mengapung dilautan penciptaan.


Jalaluddin Rumi
            Negeri Sufi/ Mojdeh Bayat dan Muhammad Ai Jamnia; Penerjemah M.S. Nasrullah

Nabi Musa dan Gembala



Alkisah, hiduplah seorang gembala berjiwa bebas yang tidak punya uang dan tidak pula menginginkannya. Seluruh miliknya hanyalah hati yang bersih dan tulus, hati yang bergetar karena mencintai Tuhannya. Bersama gembalaannya, sepanjang hari ia menjelajahi padang rumput, dataran, dan tanah lapang, sambil bernyanyi dan berbincang-bincang kepada Tuhan, Kekasihnya:

“Wahai Tuhan, dimanakah Engkau yang kepada-Mu aku abdikan hidupku? Dimanakah Engkau, yang aku hanyalah hamba-Mu? Wahai Tuhan, yang demi diri-Mu aku hidup dan bernafas, yang dengan rahmat-Nya  aku ada, aku akan mengorbankan dombaku untuk memandang dan menatap-Mu...”

Suatu hari, Nabi Musa melewati sebuah padang rumput dalam perjalanannya menuju kota. Ia melihat seorang gembala yang duduk disamping gembalaannya dan menengadahkan wajahnya keatas, sambil menyeru Tuhan,

“Dimanakah Engkau, agar bisa kujahitkan pakaian-Mu, kutambal kaus Kaki-Mu, dan kusiapkan tempat tidur-Mu? Dimanakah Engkau, agar bisa kusemir sepatu-Mu dan kubawakan susu untuk minuman-Mu?”

Nabi Musa menghampiri gembala itu dan bertanya, “Siapa yang engkau ajak berbincang-bincang?”

“Tuhan yang menciptakan kita. Tuhan yang menguasai siang dan malam, langit dan bumi.”

Nabi Musa berang dan marah mendengar jawaban sang gembala itu.

“Berani-beraninya engkau berbicara kepada Tuhan seperti itu! Engkau sudah menghujat-Nya. Sumpal mulutmu jika engkau tidak bisa mengendalikan lidahmu agar agar tak ada seorangpun yang mendengar ucapanmu yang menghina dan meracuni udara ini. Jangan berbicara seperti itu lagi, nanti Tuhan akan mengutuk seluruh manusia karena dosamu!”

Sang gembala, yang bangkit begitu mengetahui kehadiran sang Nabi, berdiri gemetar. Dengan berurai air mata, ia mendengarkan ucapan nabi Musa,

“Apakah Tuhan iitu manusia sehingga Dia memakai sepatu dan kaus kaki? Apakah Ia seorang bocah yang memerlukan susu untuk menbuat-Nya tumbuh besar? Tentu saja tidak! Tuhan amat sempurna dalam diri-Nya sendiri, sama sekali tidak membutuhkan apa pun. Dengan berbicara seperti itu kepada Tuhan, engkau bukan saja merendahkan dirimu sendiri tetapi juga seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Engkau tak lain adalah penentang agama dan musuh Tuhan! Pergi dan mohonlah ampun kepada-Nya, jika engkau masih sadar dan waras!”

Sang gembala yang yang sederhana dan lugu sama sekali tidak mengerti bahwa ucapannya kepada Tuhan sungguh kasar dan kurang ajar. Ia juga tidak paham mengapa san Nabi menyebutnya sebagai musuh. Namun, ia tahu bahwa seorang Nabi utusan Tuhan pastilah lebih tahu ketimbang orang lain. Hampir tak sanggup menahan tangisnya, ia berkata kepada nabi Musa, “Engkau telah membakar jiwaku. Mulai sekarang, aku diam dan tutup mulut!” dengan menarik nafas dalam-dalam, ia pergi meninggalkan  hewan-hewan gembalaannya dan berjalan menuju padang pasir.

Merasa bangga karena telah meluruskan jiwa yang sesat, nabi Musa melanjutkan perjalanannya ke kota. Disaat inilah Tuhan menyapa dan berkata padanya,

“Mengapa engkau mengusik-Ku dan hamba setia-Ku? Mengapa engkau memisahkan pecinta dari sang Kekasih? Aku mengutusmu untuk mempersatukan manusia, dan bukan mencerai-beraikannya.”

Nabi Musa mendengarkan kata-kata Tuhan dengan penuh takzim.

“ Aku tidak menciptakan dunia ini untuk mengambil manfaat darinya. Seluruh ciptaan ini hanyalah untuk kepentingan makhluk. Manusialah yang beroleh manfaat darinya. Ingatlah bahwa, dalam cinta, kata-kata hanya kulit luar dan tidak berarti sama sekali. Aku tidak memperhatikan keindahan kata-kata atau susunan kalimat. Aku hanya memperhatikan keadaan hati. Dengan begitu, Aku mengetahu ketulusan makhluk-makhluk-Ku, sekalipun kata-katanya mungkin tidak bagus. Sebab, mereka yang terbakar oleh Cinta sesungguhnya telah membakar kata-katanya sendiri.”

Tuhan melanjutkan firman-Nya,

“Mereka yang terikat oleh kesopan-santunan sama sekali tidak sama dengan mereka yang terikat oleh Cinta, dan bangsa agama bukanlah bangsa Cinta, sebab sang pencinta tidak mengetahu agama lain kecuali sang Kekasih itu sendiri.”

Begitulah, Tuhan mengajarkan segenap rahasia Cinta kepada nabi Musa. Kini, beliau sadar akan kesalahannya dan menyesali kemarahannya. Beliau bergegas mencari sang gembala itu dan minta maaf kepadanya.

Selama berhari-hari nabi Musa mengarungi padang rumput dan gurun sahara. Beliau bertanya kepada orang-orang apakah mereka pernah melihat sang gembala. Setiap orang yang ditanya menunjukkan arah yang berbeda. Hampir putus asa mencari, akhirnya nabi Musa menemukan sang gembala duduk didekat mata air dengan pakaian compang-camping dan usang. Ia sedang duduk merenung dalam-dalam dan tidak melihat kedatangan nabi Musa yanh sudah lama menunggunya. Akhirnya sang gembala mengangkat kepalanya dan melihat nabi Musa.

“Aku punya pesan penting untukmu,” Kata nabi Musa. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak perlu ada sopan-santun atau tatakrama bagimu untuk berbincang-bincang dengan Tuhan. Engkau bebas berbicara pada-Nya dengan cara yang engkau sukai, dengan kata-kata pilihanmu sendiri. Sebab, apa yang kukira sebagai penghujatan sesungguhnya akidah dan cinta yang menyelamatkan dunia.”

Sang gembala itu menjawab dengan enteng, “Aku telah melewati tahap kata-kata dan kalimat. Hatiku ini dicerlangi oleh kehadiran-Nya. Aku tak bisa menjelaskan keadaanku yang aku alami kepadamu. Aku juga tak bisa menggambarkannya kepada orang lain.” Ia kemudian bangkit dan melanjutkan perjalanannya.

Nabi Musa melihat sosok gembala yang pergi meninggalkannya hingga beliau tidak lagi melihatnya. Kemudian beliau menempuh jalan menuju kota terdekat sambil merasa terkagum-kagum oleh pelajaran yang diterima dari seorang hamba yang sederhana, lugu dan tak berpendidikan.


_Jalaluddin Rumi_
Sumber: Negri sufi/ Mojdeh Bayat dan Muhammad Ali Jamnia : Penerjemah, MS. Nasrullah; Lentera 2003

Kumpulan cerita-cerita yang penuh dengan Hikmah



Diceritakan oleh waliyullah Abu Yazid Al-Bustami r.a.:

Saat saya berada di dalam khalwatku, menikmati pendekatan diri dengan Rabbul Izzati, sedang dalam khayalan mengingati serta mengagungkan Allah, tiba-tiba dalam batinku terdengar suatu suara menyeru:

'Wahai Abu Yazid! Pergilah ke gereja Sam'an. Ber­kumpullah dengan para pendeta di situ pada hari besar mereka, ada hal perlu dan penting.'

Mendengar bisikan itu, saya terkejut dan berkata: 'Semoga Allah melindungi diriku dari bisikan ini. Saya berzikir kembali dan saya tertidur sekejap, dan bisikan itu muncul kembali. Saya terbangun lalu duduk termangu-mangu dan penuh kebimbangan, tiba-tiba terdengar suara itu sekali lagi, dan kali ini sangat jelas, dia mengulangi apa yang dikatakan kepadaku sebelum ini. Kemudian katanya lagi: 'Wahai Abu Yazid! Janganlah engkau merasa takut dan bimbang, engkau termasuk waliullah dan orang yang Kucintai sebagai orang-orang yang Abraar. Nah, sekarang pakailah engkau akan pakaian orang pendeta Nasrani, dan pasangkan Salib di lehermu, dan jangan engkau bimbang, semua itu tidak akan menjadikan apa-apa pada dirimu. Sekarang pergilah engkau ke gereja Sam'an ada hal yang perlu dan sangat penting di sana!' bunyi suara itu kali ini.

Saya pun cepat-cepat bangun dari tempat tidurku, lalu memakai pakaian menurut apa yang diperintahkan oleh suara itu. Kini saya serupa seperti seorang pendeta Nasrani. Saya pun berangkat menuju ke gereja Sam'an, lalu berkumpul dengan para pendeta yang ada di situ.
Apabila pembesar pendeta itu tiba untuk memberikan pidatonya, para pendeta yang lain semuanya berdiri dengan teratur dan tenang untuk memberikan hormat kepadanya. Mereka kemudian duduk siap-sedia untuk mendengar dan memperhatikan segala kata-kata yang akan disampaikan oleh pembesar pendeta itu. Namun demikian si pembesar pendeta itu tidak mampu mengucapkan kata-katanya, dicubanya berkali-kali, namun dia tetap tidak berdaya seakan-akan mulutnya dikekang oleh sesuatu yang menguncinya.
Para pendeta dan beberapa orang rahib lain yang hadir di situ pada ribut dan tercengang, kenapa pemimpin mereka menjadi seperti orang bisu, lalu seorang bertanya: 'Wahai pemimpin kami! Apakah yang menghalangi bapak untuk memberikan nasehat kepada kami? Ketahuilah, kami selalu menunggu nasehat yang berharga dari bapak, kami siap sedia untuk mendengarkannya dan siap sedia untuk melakukannya.'
Pemimpin pendeta itu menjawab: 'Sesuatu yang mencegah lisanku untuk berbicara di hadapanmu adalah karena adanya seseorang di antara kalian yang beragama syariat Muhammad, yang datang ke sini semata-mata untuk menguji keimanan kalian.'
Para pendeta itu saling berpandangan yang satu kepada yang lain, dan berkata dengan penuh semangat: 'Manakah orang itu, kami akan membunuhnya sekarang juga.'
Pemimpin itu lalu menjawab: 'Tidak, kamu tidak boleh membunuhnya kecuali dengan bukti dan alasan yang kuat.'
Mereka menjawab: 'Baiklah, kami akan menuruti segala nasehat bapak. Kami datang ke mari adalah demi mencari petunjuk yang berguna bagi diri kami,'
Pemimpin pendeta itu berdiri lalu berkata: 'Wahai orang yang mengaku agama Muhammad, demi Muhammad, bangunlah dan berdiri, kami ingin melihat dan mengenali anda!'
Maka Abu Yazid Al-Bustami tidak dapat mengelak lagi dan terus berdiri serta berjalan menuju ke tempat pemimpin itu, sementara lisan beliau tak lepas dari bertakbir, bertahmid, bertasbih dan bertahlil.
Pemimpin pendeta itu berkata: 'Wahai pengikut Muhammad, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada anda. Jika anda dapat menjawab semuanya dengan benar, maka saya akan mengikuti agama anda. Namun jika anda tak mampu menjawabnya, maka kami akan membunuh anda.'
Abu Yazid Al-Bustami menjawab: 'Baiklah! tanyalah apa pun yang anda inginkan!'
Pemimpin pendeta itu berkata: 'Baik, harap anda memperhatikan semua pertanyaan saya ini! Terangkan kepada kami, tentang yang satu tak ada duanya, yang dua tak ada tiganya, yang tiga tanpa empatnya, yang empat tidak ada limanya, yang lima tanpa enamnya, yang enam tanpa tujuhnya, yang tujuh tanpa delapanya, yang delapan tanpa sembilannya, yang sembilan tanpa sepuluhnya, yang sempurna dari yang sepuluh, yang sebelas, yang dua belas, yang tiga belas, dan yang empat belas. Kemudian coba jelaskan juga kepada kami siapa dari golongan yang membenarkan, namun dimasukkan ke dalam neraka, siapa dari golongan yang mendustakan, namun dimasukkan ke dalam Syurga. Di manakah tempat roh saat di jasad, sebutkan apa yang disebut Adz-Zariyaati Zarwan, tentang Al-Hamilaati Waqran, tentang Al-Jaariyati Yusran, dan tentang Al-Muqassimaati Amran?
Kemudian, jelaskan kepada kami tentang sesuatu yang bernafas namun tanpa roh, tentang kubur yang berjalan bersama penghuninya, tentang air yang tidak turun dari langit dan tidak berasal dari bumi, dan dari hal empat golongan yang tidak tergolong manusia, jin, malaikat dan tidak pula berasal dari punggung seorang laki-laki, dan tidak keluar dari perut sang ibu?
Kemudian, jelaskan pula kepada kami, dari hal darah pertama yang mengaliri bumi, dan dari suatu ciptaan Allah lalu dianggapnya sebagai sesuatu yang berat. Siapakah seutama-utama kaum wanita, seutama-utama lautan, seutama-utama gunung, seutama-utama binatang, seutama-utama bulan, dan semulia-mulia malam? Apakah Thammah itu?
Kemudian coba jelaskan tentang sebuah pohon yang mempunyai dua belas cabang, setiap cabangnya memiliki tiga puluh daun, setiap daun memiliki lima bunga, dua di antaranya di matahari sedang tiga lainnya berada di bayang-bayangnya.
Kemudian jelaskan tentang sesuatu yang berhaji ke Baitullah, namun tidak memiliki roh sedang ia tak berkewajiban haji! Berapakah jumlah Nabi-nabi Allah, berapa yang menjadi Rasul, dan berapa pula yang tak terutus!
Kemudian jelaskan tentang empat macam benda yang berlainan rasa dan warnanya, namun sumbernya adalah satu! Sebutkan apakah itu Naqir, Fatil, Qitmir, Sabed, Labed, Tham dan Ram! Terangkan tentang apakah yang di gonggongkan oleh anjing, disuarakan oleh himar, sapi, kuda, unta, burung Merak, burung Durju, burung Bulbul, katak, Naqus dalam suara masing-masing!
Kemudian jelaskan kepada kami dari segolongan makhluk Allah di mana Allah berwahyu kepadanya, namun mereka tiada tergolong jin, manusia, dan bukan pula Malaikat.
Kemudian jelaskan ke mana perginya malam jika siang datang, dan ke mana perginya siang jika malam datang!
Abu Yazid Al-Bustami kelihatan seolah-olah hendak melompat dari tempat berdirinya, kerana tidak tertahan menunggu lama mendengarkan pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh pemimpin pendeta itu. Dia mendengar kesemua pertanyaan yang di kemukakan kepadanya dengan perasaan tenang, dan kalau boleh mahu dia menjawabnya secara sepontan tanpa menunggu pe­nerangannya begitu lama.
Apabila pemimpin pendeta itu berhenti dan duduk, Abu Yazid Al-Bustami dengan penuh semangat mengemukakan pertanyaannya pula: 'Wahai pemimpin pendeta yang budiman! apakah masih ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain, yang mahu dikemukakan lagi sesudah ini?'
'Tidak ada lagi,'jawab pemimpin pendeta itu, 'itulah saja. Dan sekarang cubalah engkau berikan jawabnya yang betul. Ingat kepada janjiku tadi, jika engkau tidak dapat menjawab, ataupun jawapanmu tidak betul, engkau akan kami bunuh kerana berani menyeludupkan dirimu ke tempat kami ini,' tambahnya lagi.
'Baiklah,' kata Abu Yazid Al-Bustami. 'Aku terima semua syarat-syarat kamu itu. Tetapi, jika aku dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kamu itu dengan betul dan benar, maukah kamu sekalian beriman kepada Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya?! Maukah kamu mempercayai dan mengikut agama yang benar yang diutus kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan beriman kepadanya seperti aku yang beriman kepadanya ini?!'

Abu Yazid Al-Bustami merenung setiap wajah pendeta yang berada di situ. Mereka pada memandang yang satu kepada yang lain. Ada yang nampak keberatan untuk memenuhi permintaan Abu Yazid itu. Yang dihukum untuk menjawab di sini ialah si Abu Yazid yang memberanikan dirinya masuk di tengah-tengah mereka. Dia tidak boleh diberikan syarat apa pun untuk melepaskan dirinya selain menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang dikemukan oleh pemimpin pendeta mereka dengan betul.
Kemudian Abu Yazid Al-Bustami merenung dalam kepada wajah pemimpin pendeta itu dan menunggu sesuatu jawapan yang baik daripadanya.
'Baiklah, kami semua bersedia beriman kepadanya,' tegas pemimpin pendeta itu. Dan semua para pendeta yang hadir kelihatan mengangguk-anggukkan kepala, seraya mengucapkan 'Ya, kami semua akan beriman kepadanya!'
Abu Yazid pun mengangkat kepalanya ke arah atas seraya mengucapkan: 'Ya Allah! Ya Tuhanku! Saksikanlah apa yang berlaku di sini, kerana Dikaulah sebaik-baik saksi hamba atas kesediaan semua pendeta-pendeta ini untuk beriman kepadaMu dan kepada RasulMu!'
'Sekarang saya akan menjawab kesemua pertanyaan-pertanyaan kamu itu satu persatu dengan keterangannya sekali!,' kata Abu Yazid Al-Bustami.
Adapun tentang pertanyaan kamu Yang Satu tak ada duanya? Itulah kewujudan Allah Maha Esa. Dia Tuhan yang Tunggal tidak ada sekutu bagiNya.
Adapun tentang Yang dua tak ada tiganya? Bukankah itu malam dan siang. Bila pergi malam datanglah siangnya, dan bila pergi siang datang malam menggantikannya.
Tentang Yang tiga tak ada empatnya? dia itu adalah Kursi, Qalam dan Arasy Tuhan.
Tentang Empat tak ada limanya? Dia itu adalah Taurat, Injil, Zabur dan Al-Quran.
Tentang Lima tak ada enamnya pula? Agama Islam telah memfardhukan penganutnya bershalat lima waktu, yaitu Zohor, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh.
Tentang Enam tak ada tujuhnya? Dia itu adalah hari-hari Allah telah menciptakan bumi dan langit, hal ini tersebut di dalam kesemua kitab suciNya.
Tentang Tujuh tak ada delapannya? Itulah dia tujuh petala langit dan tujuh petala bumi yang disebutkan di dalam kitab suciNya juga.
Tentang Delapan tak ada sembilannya? Mereka itu adalah Malaikat-malaikat pemikul Arasy Tuhan, sebagaimana yang disebut­kan di dalam kitab suciNya: Dan akan memikul Arasy Tuhan kamu pada hari (kiamat) itu nanti adalah delapan orang Malaikat.
Tentang Sembilan tak ada sepuluhnya? Mereka itu adalah kaum dari golongan manusia yang menjadi perusak bumi Allah, sebagai­mana yang tersebut di dalam kitab suci: di dalam kota itu dahulu terdapat sembilan kumpulan yang menjadi perusak di bumi dan mereka tidak pernah melakukan yang baik.
Tentang yang dikatakan Sepuluh yang sempurna, yaitu kefardhuan puasa sepuluh hari ke atas orang-orang yang berihram haji, sebagai­mana bunyi firmanNya: Maka hendaklah dia (orang yang berihram haji) berpuasa tiga hari di masa haji, dan tujuh hari lagi apabila dia kembali ke negerinya. Itulah dia sepuluh yang sempurna, kata Tuhan.
Kemudian yang dikatakan Yang sebelas itu? Mereka itu adalah saudara mara Nabi Yusuf a.s.
Dan yang dikatakan Yang dua belas pula? Itulah dia nama-nama hitungan bulan-bulan dalam setahun.
Yang dikatakan Yang tiga belas itu? Yaitu apa yang dimimpikan
oleh Nabi Yusuf a.s. sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab suci. Berkata Yusuf: Sesungguhnya aku lihat sebelas bintang, matahari dan bulan. Semuanya bukankah tiga belas.
Adapun tentang orang-orang yang berdusta, tetapi mereka akhirnya dapat menduduki syurga? Mereka itulah saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. kerana mereka ketika mendakwa kepada ayah mereka (Nabi Ya'qub a.s.) bahwa Yusuf telah dimakan serigala, mereka membawa pakaiannya setelah dilumurkan dengan darah kambing. Apa yang mereka buat itu adalah hal yang dusta.
Dan tentang orang-orang berkata benar, tetapi mereka akan di­masukkan ke dalam neraka? Mereka itu adalah kaum Yahudi dan kaum Nasrani, sesuai denga firman Allah Ta'ala di dalam kitab suciNya: Telah berkata kaum Yahudi, bahwa kaum Nasrani itu tidak benar. Dan berkata kaum Nasrani pula, bahwa kaum Yahudi itu tidak benar. Kedua-dua kaum Yahudi dan Nasrani itu telah berkata benar dalam tuduhan mereka antara satu dengan yang lain, namun begitu mereka tidak mahu tunduk kepada kebenaran yang ada di hadapan mereka, yaitu mempercayai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad s. a. w. sebagai agama yang telah memansukhkan segala agama yang sebelumnya. Lantaran itulah mereka akan menduduki neraka.
Mengenai pertanyaan kamu dari hal Roli pula? Ia berada di jasadmu di antara kedua telinga kamu pada gambaran wajah.
Tentang Adz-Zariyaati Zarwan? Dia adalah nama dari macam- macam angin yang empat.
Tentang Al-Hamilaati Waqran? Dia itu adalah awan gemawan yang tersebar di dada langit.
Tentang Al-Jaariyaati Yusran? Dia itu adalah perahu-perahu yang sedang belayar di muka laut.
Tentang Al-Muqassimaati Amran? Mereka itulah Malaikat- malaikat yang bertugas untuk membagi-bagikan rezeki kepada manusia pada malam Nisfu Sya'ban.
Tentang Empat belas? Mereka itulah yang berkata-kata kepada Tuhan semesta alam, yaitu: Tujuh petala langit, tujuh petala bumi, sesuai dengan firman Allah Ta'ala: Maka Tuhan berkata kepadanya, yakni kepada tujuh petala langit dan kepada tujuh petala bumi, datanglah kepadaKu secara patuh terhadap perintah, ataupun secara terpaksa. Maka berkata kedua bumi dan langit: Kami akan datang kepadaMu secara patuh dan taat.
Tentang kuburan yang berjalan dengan penghuninya? Yaitu ikan
besar yang menelan Nabi Yunus a.s. Nabi Yunus berada di dalamnya sebagai kuburan, dibawanya ke mana-mana sehingga dimuntahkan- nya di sebuah pantai, dengan izin Allah Ta'ala.
Tentang sesuatu yang bernafas, namun tak memiliki roh? Yaitu waktu Subuh, sesuai dengan firman Allah Ta'ala: Demi subuh dan apabila bernafas.
Tentang air yang tiada turun dari langit dan tiada pula berasal dari bumi? Dia itulah air yang dikirimkan Ratu Balqis (Ratu Negeri Yaman) kepada Nabi Sulaiman a.s. di dalam sebuah botol, yaitu air keringat kuda.
Adapun tentang empat yang bukan dari golongan jin, manusia dan malaikat, juga tidak berasal dari punggung laki-laki dan bukan dari seorang ibu? Dialah kambing kibasy yang dibawa Jibril a.s. untuk menjadi korban ganti Nabi Ismail a.s. Juga unta Nabi Allah Saleh a.s. yang disembelih oleh kaumnya. Dan yang ketiga dan keempat, ialah Nabi Adam dan Siti Hawa - alaihimas-salam.
Tentang suatu ciptaan Allah, lalu diingkarinya sebagai sesuatu yang buruk? Yaitu suara keledai yang tidak enak didengar, sesuai dengan firman Allah: Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai!
Tentang darah pertama yang dialirkan di atas muka bumi? Yaitu darah Habil apabila dibunuh oleh saudaranya sendiri bernama Qabil.
Tentang suatu ciptaan Allah, lalu dianggapnya sebagai sesuatu yang berat? Yaitu tipu helah kaum wanita, sesuai dengan firman Allah: Sesungguhnya tipu helah wanita adalah suatu tipu helah yang besar atau berat!
Tentang mulanya sebatang kayu dan akhirnya menjadi roh? Yaitu tongkat Musa a.s.
Tentang siapa dia seutama-utama kaum wanita? Yaitu Hawa, ibu kepada sekalian manusia, kemudian Khadijah r.a. kemudian Aisyah r.a. kemudian Asia (isteri Fir'aun) dan Maryam binti Imran.
Tentang yang mana satu menjadi seutama-utama laut? Yaitu Sihurn, Jihun, Furat dan Nil di negeri Mesir.
Tentang seutama-utama gunung-ganang? Dialah itu Tursina.
Tentang seutama-utama binatang? Dialah itu kuda.
Tentang seutama-utama bulan? Dialah itu bulan Ramadhan.
Tentang seutama-utama malam? Dialah itu malam lailatul-qadar.
Tentang At-Thammah? Dia itu adalah hari kiamat.
Tentang suatu pohon mempunyai dua belas ranting, setiap ranting mempunyai tiga puluh pucuk, setiap pucuk mempunyai lima kembang, dua kembang di matahari dan tiga lagi di tepi kegelapan? Jawabnya: Yang pohon itu ialah 'tahun', dan yang dua belas ialah 'dua belas bulan', dan yang tiga puluh daun itu ialah 30 hari, dan lima kembang itu ialah lima waktu shalat, dua di waktu siang di waktu ada matahari dan tiga di waktu malam di mana kegelapan niengelubungi alam ini.
Tentang suatu benda yang pergi ke haji dan mengelilingi Baitul-haram, tetapi tidak mempunyai roh dan tidak wajib atasnya? Yaitu bahtera Nabi Allah Nuh a.s.
Tentang empat macam air yang lain rupa dan rasanya sedang sumbernya berasal dari yang satu? Yaitu air mata, air telinga, air hidung
dan air mulut. Air mata adalah asin, air telinga adalah pahit, air hidung adalah masam dan air mulut adalah tawar.
Tentang pertanyaan kamu mengenai Naqir, Fatil dan Qitmir? Naqir adalah titik yang terdapat pada luar kulit benih, dan Fatil titik yang terdapat di dalam benih itu sendiri, sedangkan Qitmir ialah kulit yang menutupi benih itu.
Tentang Sabed, Labed? Dia itu adalah bulu-bulu kambing biri-biri dan kambing kasi.
Tentang perkataan Tham dan Ram? Mereka itu adalah jenis-jenis makhluk yang telah wujud sebelum wujudnya Adam a.s.
Tentang apa yang dikatakan himar (keledai) dalam nguaknya? Dia terlihat syaitan, lalu ia berkata: Allah melaknatinya!
Tentang apa yang dikatakan anjing dalam gonggongannya? Maka ia berkata: Awas! celaka bagi penghuni-penghuni neraka dari kemurkaan Tuhan Maha Berkuasa!
Tentang apa yang dikatakan kuda dalam jeritannya? Yaitu Maha Suci Tuhan yang memeliharaku ketika bersatu padu para pahlawan dan masing-masing bertempur secara laki-laki.
Tentang apa yang dikatakan unta dalam jeritannya? Dia mengucap­kan 'Hasbiyallahu Wakafaa Billaahi Wakiilaa', yakni memadailah Allah hanya bagiku, dan cukuplah Dia tempat aku menyerahkan diriku.
Tentang apa yang dikatakan burung Bulbul dalam nyanyiannya? Maha Suci Allah di waktu petang dan di waktu pagi.
Tentang apa yang dikatakan katak dalam tasbihnya? Dia meng­ucapkan Maha Suci Tuhan yang disembah di tempat-tempat berisi makhlukNya dan di tempat-tempat kosong yang tiada berpenghuni.
Tentang apa yang dikatakan burung Nakus? Katanya: Maha Suci Allah sungguh-sungguh! Wahai anak Adam! Lihatlah di barat dan di timur di dalam dunia ini, adakah makhluk yang menungkat langit?
Adapun tentang suatu kaum dari makhluk Allah yang diutus kepadanya, namun dia bukan dari bangsa jin, bukan bangsa manusia
dan bukan Malaikat maka dia itu adalah lebah, sesuai dengan firman Allah: Dan Tuhan kamu telah mewahyukan kepada lebah...
Tentang pertanyaan kamu mengenai malam, di manakah dia ketika datangnya siang, dan begitu pula dengan siang, di mana dia ketika datangnya malam? Kedua-dua berada di dalam ilmu Allah yang amat sulit.
Sesudah memberikan jawapan-jawapannya satu persatu terhadap pertanyaan pemimpin pendeta itu, maka Abu Yazid Al-Bustami berkata pula: 'Saya sudah jawab semua pertanyaan-pertanyaan tuan, sekarang adakah lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain?'
Semua pendeta di situ menjawab hampir serentak: 'Tidak ada lagi!'
'Bagaimana jawapan-jawapanku itu,' tanya Abu Yazid.
'Kami setuju terhadap semua jawapan-jawapan itu!' kata pemimpin pendeta itu.
'Tak adakah lagi siapa di antara kamu yang mau menanyakan sesuatu yang lain?' tanya Abu Yazid lagi.
Mereka semua diam. Tidak ada seorang pun yang mahu mengemukakan pertanyaan, ataupun barangkali mereka sudah tidak ada apa-apa yang hendak ditanyakan lagi.
'Tapi saya ada sesuatu yang hendak saya tanya,' kata Abu Yazid. 'Ini giliran saya pula,' tambahnya bersahaja.
Para pendeta itu memandang satu dengan yang lain.
'Soalan pertama,' kata Abu Yazid. 'Beritahu aku akan kunci syurga dan kunci langit?!'
Para pendeta itu semuanya berdiam diri, barangkali tidak ada seorang pun yang dapat menjawabnya termasuk pemimpin pendeta itu sendiri.
'Kamu telah mengemukakan kepadaku berbagai-bagai per­tanyaan, bukan satu dua, tetapi banyak sekali, semuanya telah aku jawab,' kata Abu Yazid. 'Ini baru satu pertanyaan yang aku kemukakan, tapi kamu semua tidak dapat menjawabnya. Apakah kamu tak sanggup menjawabnya?'
'Kami memang tidak dapat menjawabnya,'jawab hampir semua pendeta yang berada di situ. Kemudian mereka sekalian memandang wajah pemimpin pendeta mereka, lalu meminta dia menjawab.
'Cubalah bapak pendeta menjawabnya untuk melepaskan kami dari malu!' kata mereka kepada pemimpin pendeta itu.
Namun begitu pemimpin pendeta itu tetap berdiam seribu bahasa.
'Apakah bapak pendeta juga tidak dapat menjawabnya?' tanya
seorang di antara mereka.
'Bukan saya tidak tahu jawabnya, akan tetapi saya bimbang nanti kamu sekalian tidak akan setuju dengan jawapanku itu,' jelas pemimpin pendeta itu.
Kebanyakan para pendeta di situ berkerut mukanya, kenapa pemimpin pendeta mereka sampai menjawab serupa itu. Apa yang menghalangnya dari menjawab, dan kenapa dia mengatakan bahwa mereka mungkin tidak setuju dengan jawapannya. Apakah ada suatu rahasia yang lain yang mereka tidak tahu dan orang Islam ini tahu?!
'Jawablah, wahai bapak pendeta,' kata para pendeta itu, 'selama ini kami tidak pernah membantah apa yang bapak katakan.'
'Ya, memang benar,' sampuk Abu Yazid sekaki, 'bukankah engkau pemimpin mereka sekalian, dan dasar anak buah harus mendengar kata-kata pemimpinnya, bukan begitu?!
'Memang betul, kata orang Islam itu,' sampuk seorang terkanan dari para pendeta itu. 'Katakanlah, dan kami tetap akan tunduk kepada apa yang bapak katakan!'
'Baiklah, kalau begitu saya akan jawab pertanyaan orang Islam itu,' kata pemimpin pendeta itu. Para pendeta di situ hampir semua merasa gembira kerana rupanya pemimpin pendeta mereka dapat menjawab pertanyaan orang Islam itu.
'Ketahuilah, bahwa kunci syurga dan langit itu tiada lain melainkan Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullaah (tiada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah, dan bahawasanya Muhammad itu adalah pesuruh Allah),' tegas pemimpin pendeta itu.
Para pendeta itu hampir kesemuanya terkejut mendengar ucapan itu. Mereka hampir tidak percaya kepada apa yang diucapkan oleh pemimpin pendeta mereka. Apa' benar yang dikatakan itu, ataupun dia telah terpukau oleh orang Islam ini. Keadaan di situ agak hiruk- pikuk sedikit.
'Memang benar, apa yang dikatakan oleh bapak pendeta kamu itu,' sampuk Abu Yazid Al-Bustami. 'Selama ini mungkin dia menyembunyikannya kerana bimbang kamu semua tidak mahu mengikutinya nanti.' Pemimpin pendeta itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan tunduk.
'Kamu semua telah mengaku sebelum ini, bahwa kamu akan setuju kepadanya, walau apa pun yang dia katakan,' kata Abu Yazid lagi. 'Sekarang, marilah kita bersama-sama mengucapkan syahadat itu dan menjadi Islam seperti aku ini!'
'Nanti dulu,' jawab seorang di antara mereka. 'Kami ingin
pastikan sendiri apa yang diucapkannya itu memang benar.'
'Kawan-kawan sekalian!,' kata pemimpin pendeta itu. 'Percaya­lah, bahwa apa yang saya beritahukan itu memang benar. Saya tidak terdesak oleh mana-mana tekanan pun. Memang sudah lama saya fikirkan hendak sampaikan perkara ini kepada kawan-kawan sekalian, tetapi saya selalu bimbang dan saya takut kawan-kawan sekalian tidak percaya kepadaku lagi. Saya hanya menunggu waktu saja.'
'Dari mana bapak mengetahui hal ini?' tanya seorang yang lain.
'Dari bapak pendeta yang sebelumku,' terang pemimpin pendeta itu. Kali ini ia lebih tegas, mungkin dia tidak perduli apa yang akan berlaku sesudah itu.
'Ketika bapak pendeta itu akan meninggal dunia, dia telah memberitahuku dan dia bersumpah apa yang dia katakan itu adalah yang benar,' tambah pemimpin pendeta itu lagi.
'Kalau begitu apa lagi kita menunggu,' sampuk salah seorang dari antara mereka.
'Ya, jangan tunggu lagi! Saya sendiri memang sudah Islam, tapi saya tidak terangkan,' tambah pemimpirn pendeta itu mendedahkan rahasianya.
Dengan hidayah Allah Ta'ala, maka kesemua para pendeta itu telah memeluk Islam satu persatu. Mereka semua telah bertukar kulit. Daripada menjadi pendeta Nasrani, kini menjadi pula orang-orang salih yang mematuhi agama Islam. Rumah gereja mereka itu disesuaikan untuk dijadikan masjid.' Salib yang mereka pakai di leher mereka dilontarkan ke dalam laut.
Selesailah sejarah para pendeta itu yang selama ini hidup dalam kesesatan, lalu dengan sebab seorang yang ikhlas dan benar dalam kata-katanya untuk berkhidmat kepada Islam, maka sekumpulan para pendeta itu telah dapat melihat cahaya kebenarannya serta memeluk Islam.
Abu Yazid Al-Bustami, sesudah berada bersama-sama teman- temannya yang baru Islam itu beberapa hari, dia lalu memohon untuk beredar dari situ.
Dalam perjalanannya Abu Yazid kedengaran lagi suara lama itu. Katanya kali ini: 'Wahai Abu Yazid! Engkau telah merasa berat untuk memakai salib itu untuk Aku, dan kerana itu Aku telah memutuskan lima ratus salib untuk engkau!'

"Diambil dari Catatan Muhammad Shulfi Alaydrus";

Di sadur dari terjemahan kitab Mukhtashor Raudhur-Raiyahin Karya Al Allamah Al Yafi'iy yang diterjemahkan oleh Syed Ahmad Semait dengan judul Untaian kisah para Wali Allah Cetakan Pustaka Nasional Singapura.